DEPAN

Sungguh, kadang kejujuran itu terasa sangat menyakitkan, tetapi katakanlah dan luruskanlah saja niatmu

Hisablah dirimu sebelum di hisab Allah dan jangalah menyibukkan diri menghisab apalagi menghisap orang lain

Memang nikmat berbagi dalam kebaikan & kebenaran (modifikasi dari KZ)

Salah satu tugas dalam hidup ini begitu sederhana, hanya bersabar dan besyukur (AFF)

Orang yang melewatkan satu hari dalam hidupnya tanpa ada suatu hak yang ia tunaikan atau suatu fardu yang ia lakukan atau kemuliaan yang ia wariskan atau pujian yang ia hasilkan atau kebaikan yang ia tanamkan atau ilmu yang ia dapatkan,maka sungguh-sungguh ia telah durhaka pada harinya dan menganiaya diri. (Dr. Yusuf Al-qardhawi)

-----------------------------

http://refleksirifa.blogspot.com/

https://rifateashahihbukhari.blogspot.com

http://www.facebook.com/ridwan.farid.3990

id.linkedin.com/pub/ridwan-farid/6/17b/164

------------------------------------

YM & Gtalk : rifa120

Kamis, 03 September 2015

HISAB HARTA

HISAB HARTA
Maryani Lisbeth Manurung


Alkisah seorang Konglomerat telah menulis satu surat wasiat : "Barang siapa yang dapat menjagaku di dalam kubur setelah Aku mati nanti akan kuwarisi separuh dari harta peninggalanku". Lalu ditanyakanlah hal itu pada anak-anaknya apakah mereka sanggup menjaganya di dalam kubur nanti. Namun anak-anaknya menjawab, "Mana mungkin kami sanggup menjagamu wahai ayah karena pada masa itu ayahpun sudah menjadi mayat". Selang keesokan harinya dipanggillah semua adik-adiknya dan beliau berkata, “Wahai adik-adikku sekalian sanggupkah kamu menjaga aku setelah aku mati nanti selama 40 hari bersamaku di dalam kubur? nanti aku akan memberi setengah daripada hartaku kepada di antara kamu yang sanggup bersamaku. Dan adik-adiknya pun menjawab, “Wahai abangku, adakah engkau sudah gila mana mungkin ada manusia yg sanggup bersama mayat selama itu di dalam tanah.” Lalu dengan sedih Konglomerat tersebut memanggil ajudannya untuk mengumumkan penawaran istimewanya itu ke seantero negeri.

Akhirnya sampai jugalah pada hari di mana konglomerat tersebut kembali ke Rahmatullah. Kuburnya telah dihias dg megah laksana sebuah peristirahatan termewah yg pernah ada dg semua perlengkapannya. Pada waktu yang hampir bersamaan seorang Tukang kayu yang sangat miskin telah mendengar akan wasiat tersebut lalu diberitahu kepada isterinya apakah dia perlu mengambil kesempatan ini untuk menjadi kaya. Isterinya berkata, “Wahai suamiku, apalah artinya menjaga mayat tersebut selama 40 hari dibandingkan kerjamu ketika menebang kayu di dalam hutan dan bertemu dg harimau dan hantu penunggu hutan. Tukang kayu tersebut dengan tergesa-gesa segera datang ke rumah konglomerat tersebut untuk memberitahukan kepada ahli waris konglomerat tersebut akan kesanggupannya. Keesokan harinya dikebumikanlah jenazah Sang Konglomerat, Si Tukang kayu itu pun ikut turun ke dalam liang lahat bersama kapaknya.

Setelah tujuh langkah para pengantar jenazah meninggalkan area pemakaman tsb, maka datanglah Malaikat Mungkar dan Nakir ke dalam kubur tersebut. Si Tukang kayu menyadari siapa yang datang maka Ia segera agak menjauhkan diri dari mayat konglomerat tersebut. Terbetik di fikirannya bahwa sudah tiba saatnya Sang konglomerat tersebut akan diinterogasi oleh Mungkar dan Nakir. Tetapi yg terjadi malah sebaliknya, Mungkar dan Nakir malah menuju ke arahnya dan bertanya "Apa yang kau buat di sini" ?. Aku menemani mayat ini selama 40 hari untuk mendapatkan setengah harta wasiatnya" jawab si Tukang kayu. "Apa harta yang ada pada kau sekarang"? lanjut Mungkar-Nakir. "Aku cuma memiliki sebatang kapak ini saja untuk mencari rezeki" timpal si tukang kayu. Kemudian Mugkar-Nakir beritanya lagi "Dari mana kau dapat kapak ini" ?. "Aku membelinya" balas si tukang kayu. Lalu pergilah Mungkar dan Nakir di hari pertama dari dalam kubur tersebut. Hari kedua Mereka datang lagi dan bertanya "apa yang kau buat dengan kapak ini"?. "Aku menebang pohon untuk dijadikan kayu bakar untuk dijual" sergah tukang kayu. Di hari ketiga di tanya lagi "Pohon siapa yang kau tebang dengan kapak ini?. "pohon itu adanya di hutan belantara jadi ngak ada yg punya" timpalnya. "Apa Kau yakin" lanjut malaikat.Kemudian Mereka menghilang dan datang lagi di hari ke empat. Kemudian Mereka bertanya lagi "Adakah kau potong pohon tersebut dengan kapak ini dg ukurannya dan beratnya yg sama untuk dijual?. "Aku potong dikira-kira saja, mana mungkin ukurannya bisa sama rata" tegas tukang kayu. Begitu terus yg dilakukan malaikat Mungkar Nakir datang dan pergi sampai tak terasa sekarang 39 hari sudah dan yg ditanyakan masih berkisar dg kapak tersebut.

Di hari terakhir yang ke 40, datanglah Mungkar dan Nakir sekali lagi bertemu dengan Tukang kayu tersebut. Berkata Mungkar dan Nakir "hari ini aku akan kembali bertanya soal kapak ini". Belum sempat Mungkar dan Nakir bertanya, si Tukang kayu tersebut malahan dg segera melarikan diri ke atas dan membuka pintu kubur tersebut. Ternyata di luar sdh banyak orang yg menantikan kehadirannya untuk keluar dari kubur tersebut. Namun si Tukang kayu tersebut dengan tergesa-gesa keluar dan meninggalkan mereka semua dan sambil berkata ambillah semua bagian harta wasiat tersebut oleh kalian karena aku sudah tidak menginginkannya lagi.

Sesampai di rumahnya lalu si isteri berkata wahai suami ku, di manakah setengah harta peninggalan konglomerat tersebut. Maka si Tukang kayu menjawab "Aku tidak menginginkannya lagi, di dunia ini harta yg kumiliki padahal cuma semata kapak ini, tapi malaikat Mungkar dan Nakir sampai 40 hari yg mereka tanyakan dan persoalkan masihlah saja di seputar kapak ini. Bagaimana jadinya kalau hartaku begitu banyak...entah berapa lamanya dan bagaimana Aku menjawabnya"

Sahabat Rasulullah saw yg paling kaya ialah Abdul Rahman bin Auf ra. Beliau dikatakan adalah sahabat yang paling terakhir masuk surga karena lamanya masa yg digunakan untuk menghisab beliau, seperti dari riwayat Aisyah ra yg pernah mendengar Rasullullah SAW bersabda "Kulihat Abdurrahman bin’Auf masuk surga dengan perlahan-lahan (merangkak)!” (HR Bukhari)

Dari Ibnu Mas’ud ra dari Nabi Muhammad SAW bahwa beliau bersabda, "Tidak akan bergerak tapak kaki anak Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya tentang 5 perkara yaitu umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya, kemana dipergunakannya, hartanya darimana ia memperolehnya & kemana dibelanjakannya & ilmunya sejauh mana diamalkan?" (HR. Turmudzi)

====
Kaya tidak masalah tapi yang menjadi masalah dari mana harta kita dan untuk apa digunakan.
Mari sama-sama kita mencari rezeki yang halal dan baik serta digunakan dalam jalan kebaikan

Mengungkap Hubungan Historis Hadramaut dan Nusantara



Mengungkap Hubungan Historis Hadramaut dan Nusantara 

Peta Konflik Yaman dan Kebijakan Pascaevakuasi (1)
Konflik Yaman berimbas pada ratusan pelajar Indonesia yang menuntut ilmu, di berbagai lembaga pendidikan di negeri ujung selatan Jazirah Arabia tersebut. Sebagian pelajar telah dievakuasi, namun banyak yang masih bertahan di sana. Berikut tulisan Ustadz Faris Khoirul Anam, Lc, M.Hi, Alumni Universitas al-Ahgaff, Yaman yang juga Sekretaris Jenderal Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Yaman (2002-2003), disampaikan secara khusus kepada Malang Post.
Memahami konflik yang terjadi di Yaman saat ini, harus dipetakan dua hal mendasar, yaitu peta geografis konflik dan peta ideologis Yaman. Kedua pemetaan ini berguna untuk menilai konflik tersebut secara tepat, karena terkait secara tidak langsung dengan pelajar dan warga negara Indonesia (WNI) di negeri Ratu Bilqis itu.
Dilihat dari geografis Yaman, warga negara Indonesia di negeri ini pada umumnya berada di empat wilayah di Yaman, yaitu Ibukota Sana’a, Hudaidah, Hadramaut, dan Aden. Meski terdapat pelajar di wilayah selain keempat kota itu, namun jumlahnya tidak besar. Sementara dari semua wilayah tersebut, pelajar Indonesia banyak terpusat di Hadramaut. Dapat dikatakan, dari sekitar total empat ribu WNI di Yaman, 75 persen terfokus di Hadramaut.
Operasi Badai Penghancur (Ashifat al-Hazm) yang digelar aliansi negara-negara Arab pimpinan Arab Saudi, selama ini terjadi di Sana’a, Hudaidah, dan Aden. Oleh karena itu, WNI yang dievakuasi pada tahap pertama, adalah mereka yang tinggal di Sana’a dan Hudaidah. Sementara WNI yang berada di Aden, proses evakuasi tidak selancar penyelamatan WNI di Sana’a dan Hudaidah, karena kondisi keamanan di kota pelabuhan itu. Namun dikabarkan Senin (13/4), sekitar 90 WNI di Aden telah terevakuasi, melalui Jibouti yang ada di Afrika. Antara Aden dan Jibouti, ‘hanya’ dipisah oleh Laut Merah.
Bagaimana dengan pelajar Indonesia di Hadramaut? Secara geografis, sebenarnya letak Hadramaut jauh dari wilayah konflik, yaitu sekitar 1.300 Km. Namun, rupanya pemerintah Indonesia mengambil kebijakan untuk mengevakuasi pelajar yang berada di provinsi yang memiliki ikatan historis dengan Nusantara ini. Selama ini, pelajar Indonesia menuntut ilmu di tiga perguruan yang terdapat di Hadramaut, yaitu Rubath Tarim, Darul Mushthafa, dan Universitas al-Ahgaff.
Secara ideologi, ketiga perguruan di Hadramaut itu sama sekali tidak terkait dengan dua pihak yang bertikai. Baik Rubath Tarim, Darul Mushthafa, dan Universitas al-Ahgaff, memiliki paham Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang moderat, sehingga sejak lama menjadi tujuan belajar masyarakat Indonesia.
Dari ketiganya, perguruan yang paling tua adalah Rubath Tarim. Usianya lebih dari satu abad. Masyarakat Indonesia, terutama dari kalangan habaib (keturunan Nabi Muhammad SAW), sejak lama menjadikan Rubath Tarim sebagai tempat belajar.
Beberapa ulama kesohor dari Indonesia merupakan alumni lembaga pendidikan yang berada di pusat kota Tarim ini. Sebut saja Habib Muhammad bin Ali bin Abdurrahman al-Habsyi, Jakarta. Sementara dari Malang, ulama masyhur yang merupakan alumni Rubath Tarim adalah Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih, pendiri Ma’had Darul Hadits al-Faqihiyah Jalan Aris Munandar.
Pendidikan di Yaman sempat terhenti di masa komunisme di wilayah Selatan. Namun sejak paham ini tumbang dan negeri ini aman, sejak 1995, berdiri lembaga-lembaga pendidikan baru, misalnya Darul Mushthafa dan Universitas al-Ahgaff tersebut.
Meski secara geografis berjauhan dari wilayah konflik, dan secara ideologis tidak terkait sama sekali dengan kedua kubu yang bertikai, namun sebagian pelajar Indonesia memutuskan mengikuti evakuasi yang dicanangkan pemerintah dalam beberapa tahap.
Pelajar Indonesia di Fakultas Syariah Universitas al-Ahgaff, Tarim, yang mengikuti evakuasi sejumlah 325 orang. Sementara di Ibukota Provinsi Hadramaut, Mukalla, total mahasiswa yang dievakuasi, baik dari Universitas al-Ahgaff, Universitas Imam Syafi’i, dan pekerja Indonesia sekitar 150 orang.
Sedangkan dari Darul Mushthafa, pelajar yang mengikuti evakuasi sekitar 60 orang. Itu artinya, masih lebih banyak yang memilih tetap tinggal dan belajar di perguruan Islam asuhan Habib Umar bin Salim bin Hafizh ini.
Alasan keikutsertaan pelajar dalam evakuasi adalah karena permintaan orang tua di tanah air. “Sebagian mereka memang ingin pulang, atau diminta pulang karena kekhawatiran orang tuanya,” kata Faiz Nur Kholis, Mantan Ketua PPI Yaman yang baru kembali ke tanah air sekitar satu bulan, dalam acara Temu Kangen Alumni Universitas al-Ahgaff, di Pesantren Progresif Bumi Shalawat, Lebo Kota Sidoarjo Jatim, Ahad (12/4).
Menurut mahasiswa pascasarjana al Ahgaff asal Brebes Jawa Tengah ini, Rektor al Ahgaff Prof Abdullah Muhammad Baharun memang tidak melarang mahasiswa Indonesia untuk pulang ke tanah air. Menurut Faiz, mahasiswa yang khawatir, entah itu kekhawatiran dari pihak orang tua, memang dipersilakan pulang tanah air. Namun yang merasa tenang, hendaknya menunggu dan melanjutkan studinya di Hadramaut.
Hadramaut sampai saat ini pun kondisinya aman, termasuk ibukota provinsi Mukalla. Meski sempat ada pengeboman salah satu penjara di kota di bibir laut Arab ini, namun kejadian itu tidak ada kaitannya dengan konflik yang ada di Sana’a dan sekitarnya.
Ashfiyaurrahman, mahasiswa pascasarjana Universitas al-Ahgaff yang tidak mengikuti evakuasi, dalam pesan yang dikirimkan via ponsel menyatakan, kondisi di Mukalla saat ini kondusif dan warga pun beraktifitas seperti biasa.
Nasib Pendidikan Pelajar yang Dievakuasi
Pada Ahad (12/4), puluhan alumni Universitas al Ahgaff menggelar pertemuan di Pesantren Progresif Bumi Shalawat, Lebo Kota Sidoarjo, Jatim. Pada pertemuan tersebut, diagendakan beberapa acara, yaitu evaluasi program kegiatan alumni dan pernyataan sikap terkait evaluasi sebagian pelajar Indonesia di Yaman.
Sebelumnya, Kamis (9/4), pelajar Indonesia di Hadramaut melayangkan Surat Terbuka kepada presiden, menteri, para cendekia, dan masyarakat Indonesia secara umum. Surat itu ditandatangani pimpinan lima organisasi pelajar Indonesia di Hadramaut, yaitu Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI NU), Front Mahasiswa Islam (FMI), Forum Lingkar Pena (FLP), Asosiasi Mahasiswa Indonesia (AMI) al-Ahgaff, dan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Hadramaut. Isinya memohon kebijakan pemerintah Indonesia untuk menjamin fasilitas dan biaya pelajar yang dievakuasi, yang akan kembali ke Yaman saat kondisi negara tersebut dinilai aman.
Menegaskan surat ini, Himpunan Alumni dan Mahasiswa al-Ahgaff (HIMMAH) di Indonesia, mengeluarkan surat permohonan senada kepada pemerintah Indonesia. Permohonan jaminan biaya kembali ke Yaman saat kondisi dinilai aman tersebut berdasarkan beberapa pertimbangan: pertama, keberlangsungan pendidikan mereka di Yaman merupakan hal penting, selain keselamatan jiwa mereka.
Kedua, tidak semua pelajar yang mengikuti evakuasi tersebut berasal dari keluarga mampu, sehingga diperlukan bantuan pemerintah untuk memfasilitasi keberlanjutan pendidikan mereka.
Ketiga, Hadramaut secara umum, dan Tarim secara khusus, memiliki hubungan historis-agamis dengan umat Islam Indonesia sejak era masuk dan berkembangnya Islam di tanah air, berdasarkan paham Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang rahmatan lil ‘alamin, tawazun (berimbang), tasamuh (toleran), tawasuth (moderat), sehingga menjadi pertimbangan utama mereka untuk menempuh pendidikan di salah satu propinsi di Yaman ini.
Menurut ketua HIMMAH Jatim, Aria Muhammad Ali, poin ketiga ini perlu ditegaskan. Sebab, terdapat pihak yang mengarahkan para pelajar yang dievakuasi itu untuk melanjutkan pendidikan di tempat atau negara lain.
“Pelajar Indonesia belajar di Hadramaut, Yaman itu memiliki pertimbangan sendiri. Selain masalah teknis, di mana mereka sudah melewati sekian semester masa studi, iklim dan lingkungan pendidikan di sana juga sangat kondusif. Antara Hadramaut dan Nusantara memiliki ikatan sejarah yang sangat kuat,” jelas Aria.
“Paham keagamaan, bahkan tradisi keagamaan antara Indonesia dan Hadramaut juga punya banyak persamaan,” pungkas putra Gus Ali Tulangan Sidoarjo ini.

Jadi Rujukan Dakwah dan Pendidikan Agama (2)
Pada lima belas tahun terakhir, populasi pelajar dan mahasiswa Indonesia di Yaman, terutama di Propinsi Hadramaut, mengalami peningkatan pesat. Jumlah mereka dalam lingkup kawasan Timur Tengah, merupakan yang terbesar setelah Mesir dan Saudi Arabia. Mengapa Hadramaut menjadi tujuan pendidikan WNI, dan bila dinilai aman, mereka masih berkeinginan melanjutkan belajar di sana?
Mengikuti data pemilu 2004, dari sekitar 800 masyarakat Indonesia, 600 jiwa berstatus sebagai pelajar. Di tahun 2015, jumlah WNI di negeri ini melonjak menjadi sekitar empat ribu jiwa. Polanya sama, didominasi oleh pelajar.
Peningkatan jumlah pelajar hingga tahun 2015 ini, selain disebabkan keamanan yang kian membaik, juga karena munculnya institusi-institusi pendidikan baru pada pertengahan 90-an. Setelah “lelah” dengan perang saudara dan terlepas dari penguasaan rezim komunis di Yaman Selatan, muncul institusi-institusi baru seperti Darul Mustafa dan Universitas al-Ahgaff di Hadramaut, Universitas al-Iman di Ibu Kota Sana’a, Institut Darul Ulum di Propinsi Hudaidah. Bahkan di tahun 2014, berdiri universitas baru yang juga menjadi tujuan belajar masyarakat Indonesia, yaitu Universitas Imam Syafi’i di Mukalla, Hadramaut.
Hadramaut menjadi rujukan keilmuan masyarakat tanah air, tak lepas dari hubungan historis-agamis antara kedua wilayah. Bahkan, hubungan itu telah berlangsung sekian abad, sebelum negara Indonesia berdiri. Ikatan tersebut setidaknya terjalin melalui tiga hal, yaitu dakwah Islam, pendidikan, dan perdagangan.
Walisongo atau Walisanga yang dikenal sebagai penyebar Islam di tanah Jawa pada abad ke 15 dan 16, leluhur mereka berasal dari Hadramaut. Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Walisongo adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tempat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para muballigh, daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif. Beberapa argumentasi bahwa Walisongo keturunan Hadramaut, diberikan oleh Muhammad al-Baqir, dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan.
Al-Baqir memiliki sekian bukti, di antaranya penjelasan L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886. Dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l’archipel Indien (1886), ia menyebut secara spesifik abad ke-15 sebagai era maraknya kedatangan juru dakwah dari Arab. Abad ini merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di pulau Jawa. Sebagaimana abad ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, al-Habsyi, al -Haddad, al-Aydrus, al-Atas, al-Jufri, bin Syihab, bin Syahab dan banyak marga Hadramaut lainnya.
Kedua, hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti mayoritas di Srilangka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi.
Ketiga, kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi’i bercorak tasawwuf dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan Maulid, membaca Diba dan Barzanji, beragam Shalawat Nabi, doa Nur Nubuwwah dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat, Malabar, Srilangka, Sulu dan Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang oleh Zainuddin al-Malabary dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum fuqaha (yuris atau ahli fikih) maupun kaum Sufi. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut, karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi’i dengan pengamalan tasawwuf dan pengutamaan Ahlul Bait.
Teori-teori tersebut menegaskan pendapat terkuat bahwa sebagian besar Walisongo adalah keturunan Hadramaut, Yaman. Karena itu, pendapat lainnya dianggap lemah dan tidak berdasar.
Membaca silsilah keturunan Walisongo, akan terbaca nama Abdul Malik bin Alwi. Dialah pria yang hijrah dari Hadramaut ke India, lalu keturunannya memasuki Nusantara sejak abad ke-14. Ia merupakan keturunan al-Imam al-Muhajir, seorang keturunan Rasulullah yang hijrah dari Basrah, Irak, ke Hadramaut Yaman, sehingga wilayah tandus ini “dibanjiri” para keturunan Nabi Muhammad.
Walisongo sangat dikenal masyarakat Hadramaut, terutama oleh tokoh masyarakatnya. Mereka menyebutnya al-auliya al-tis’ah (para wali yang sembilan).
Faris Khoirul Anam, Lc, M.Hi, Alumni Universitas al-Ahgaff, Yaman.

Putra Indonesia Jadi Orang Besar di Yaman (3)
Pada periode selanjutnya, keturunan al-Imam al-Muhajir, yaitu ‘alawiyin atau dikenal dengan nama habaib, makin membanjiri Nusantara. Hal ini terjadi khususnya pada abad ke-18 M. van den Berg secara khusus menyorot saat-saat banyaknya imigran Hadramaut berdatangan.
Pria yang pernah menjadi penasihat Belanda dalam soal Islam/Arab, dalam risetnya itu membuat beberapa kesimpulan. Menurutnya, sebelum 1859 tidak tersedia data jelas mengenai jumlah orang Arab yang bermukim di Hindia Belanda. Di dalam catatan statistik resmi, mereka dirancukan dengan orang Benggali (India) dan orang asing beragama Islam.
Sejak 1870, dengan dimulainya pelayaran kapal uap kedatangan para imigran Hadramaut makin meningkat. Natalie Mobini Kesheh dalam Hadrami Awakening – Kebangkitan Hadhrami di Indonesia menuyebut, kemudahan fasillitas ini didukung pula dengan dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869.
Para habaib, kata van den Berg, cenderung cepat berasimilasi dengan penduduk setempat. Ia menyimpulkan, keturunan Arab mulai datang secara massal ke Hindia Belanda pada tahun-tahun terakhir abad ke-18. Sedangkan kedatangan mereka di pantai Malabar (India) jauh lebih awal.
Peningkatan ini, sebut Kesheh, tercermin dari gambaran berbagai sensus sejak 1885 yang mengindikasikan bahwa saat itu terdapat 20.501 muhajir Arab tinggal di daerah jajahan Belanda: 10.888 muhajir Arab di Jawa dan Madura, serta 9.613 muhajir Arab di luar pulau. Hal ini menunjukkan peningkatan 45 persen dan 96 persen berturut-turut dalam periode 15 tahun sejak 1870.
Mayoritas imigran berasal dari wilayah Katiri, salah satu dinasti yang pernah berkuasa di Hadramaut, khususnya dari lembah yang membentang antara kota Shibam dan Tarim.
Perhentian mereka yang pertama adalah Aceh. Dari sana mereka lebih memilih ke Palembang dan Pontianak. Keturunan Arab mulai banyak menetap di Pulau Jawa pada 1820, sedangkan di Indonesia Timur pada 1870. Pendudukan Singapura oleh Inggris pada 1819, dan kemajuan besar negara pulau ini dalam bidang perdagangan dan ekonomi, membuat koloni Inggris ini menggantikan peran Aceh sebagai perhentian pertama kedatangan para imigran Hadramaut.
Memang tidak ada kesepakatan atas pernyataan dari mana asal-usul Hadrami di Indonesia. Namun yang jelas imigran tersebut berasal dari berbagai lapisan masyarakat, yakni Sayyid (keturunan Imam Ahmad bin Isa), masyayikh (sarjana), qaba-il (anggota suku), dan masakin (orang miskin atau tidak bekerja).
Menurut Alwi Syahab, di Hadramaut, menurut taksiran pada 1366 H, keturunan Imam Ahmad al-Muhajir, berjumlah 70 ribu jiwa, terdiri dari 200 marga. Jumlah ini diyakini jauh lebih kecil dibandingkan keturunannya yang bermukim di Indonesia.
Mereka umumnya datang dari Hadramaut tanpa istri. Di tanah Nusantara, mereka kemudian menikahi wanita-wanita setempat. Karena itulah mereka menyebut pribumi Indonesia dengan akhwal yang berarti saudara dari ibu.
Konon, banyak di antara istri penduduk setempat itu kemudian dibawa ke Hadramaut. Sekembalinya mereka di Tanah Air mereka membuat nasi kebuli dengan bumbu-bumbu Hadramaut. Padahal di Hadramaut sebagian besar penduduk tidak makan nasi, melainkan masakan dari gandum.
Ikatan historis antara Indonesia dengan Hadramaut juga dibuktikan dengan penggunaan beberapa kata Bahasa Indonesia dan Jawa dalam bahasa ‘ammiyah (prokem) masyarakat Hadramaut hingga saat ini. Seperti kata kemul (jawa), selimut, sarung, sambal, kerupuk, plafon, dan sebagainya. Marga-marga habaib di Indonesia akan ditemui pula di Hadramaut, seperti Mauladdawilah, al-Segaff, bin Syaikh Abu Bakar, al-Attas, al-Jufri, bin Syihab, al-Hamid, al-Masyhur, dan sebagainya.
Beberapa ulama Indonesia memunyai hubungan erat dengan tokoh-tokoh ulama di Hadramaut. Ziarah dan silaturahim tetap berkesinambungan sampai saat ini. Terutama saat ziarah Akbar Nabiyullah Hud ‘alaihissalam pada bulan Sya’ban.
Sebagaimana ulama Hadramaut juga sering berdakwah ke berbagai tempat di Indonesia, seperti Pengasuh Rubath Tarim Habib Salim bin Abdullah al-Syathiri, Pengasuh Darul Musthafa Tarim Habib Umar bin Muhammad bin Hafizh, Rektor Universitas al-Ahgaff Prof Habib Abdullah Muhammad Baharun, Rektor Universitas al-Imam al-Syafi’i Syaikh Muhammad Ali Ba’athiyyah, dan lainnya.
Bila dicermati, kegiatan bertabligh di Indonesia hingga saat ini, tetap berada di tangan para kyai dan alawiyin. Mereka tersebar di pelosok-pelosok kepulauan Indonesia. Alawiyin yang lebih dikenal dengan sebutan “sayid”, “habib”, “ayib” ini tetap dicintai di mana-mana dan memegang peranan rohani, sebagaimana juga di negara Islam lain. Kebiasaan dan tradisi alawiyin diikuti dalam perayaan maulid Nabi, haul, nikah, upacara-upacara kematian, dan sebagainya.
Hubungan historis antara Hadramaut dan Nusantara dibuktikan dengan fakta unik lainnya. Sebagian putera Indonesia, beberapa di antaranya menjadi orang besar di Yaman. Setelah masa studi, mereka tidak menetap kembali di tanah air. Sebut saja Habib Zain bin Abdul Qodir bin Smith, seorang ulama Yaman, penulis kitab produktif dan Pengasuh Rubat al Madinah Al Munawwarah, Saudi Arabia. Ulama ini lahir di Bogor, Jawa Barat.
Selain itu, terdapat nama Syaikh Fadlal bin Abdurrahman Ba Fadlal, penulis kitab Manahil al-Irfan, Ketua Majlis Fatwa Tarim Hadramaut hingga tahun 2000. Pria ini dilahirkan di Cirebon Jawa Barat.
Tak hanya ulama, putra Indonesia juka sukses menjadi negarawan di Yaman. Misalnya Umar Rasyid Baragba, mantan Menteri Perminyakan Yaman. Ia dilahirkan dan dibesarkan di Tulungagung, Jawa Timur.
Faris Khoirul Anam, Lc, M.Hi, Alumni Universitas al-Ahgaff, Yaman.

Sumber (hati2 terdeteksi virus oleh Mc Afee)
http://mosleminfo.com/khazanah/mengungkap-hubungan-historis-hadramaut-dan-nusantara-bagian-1/
http://mosleminfo.com/khazanah/mengungkap-hubungan-historis-hadramaut-dan-nusantara-bagian-2/
http://mosleminfo.com/khazanah/mengungkap-hubungan-historis-hadramaut-dan-nusantara-bagian-3/