DEPAN

Sungguh, kadang kejujuran itu terasa sangat menyakitkan, tetapi katakanlah dan luruskanlah saja niatmu

Hisablah dirimu sebelum di hisab Allah dan jangalah menyibukkan diri menghisab apalagi menghisap orang lain

Memang nikmat berbagi dalam kebaikan & kebenaran (modifikasi dari KZ)

Salah satu tugas dalam hidup ini begitu sederhana, hanya bersabar dan besyukur (AFF)

Orang yang melewatkan satu hari dalam hidupnya tanpa ada suatu hak yang ia tunaikan atau suatu fardu yang ia lakukan atau kemuliaan yang ia wariskan atau pujian yang ia hasilkan atau kebaikan yang ia tanamkan atau ilmu yang ia dapatkan,maka sungguh-sungguh ia telah durhaka pada harinya dan menganiaya diri. (Dr. Yusuf Al-qardhawi)

-----------------------------

http://refleksirifa.blogspot.com/

https://rifateashahihbukhari.blogspot.com

http://www.facebook.com/ridwan.farid.3990

id.linkedin.com/pub/ridwan-farid/6/17b/164

------------------------------------

YM & Gtalk : rifa120

Senin, 28 September 2015

Fadlan Garamatan “Ustadz Sabun” yang Berhasil Mengislamkan Ribuan Orang Papua

http://panjimas.com/inspirasi/2015/09/18/fadlan-garamatan-ustadz-sabun-yang-berhasil-mengislamkan-ribuan-orang-papua/

Fadlan Garamatan “Ustadz Sabun” yang Berhasil Mengislamkan Ribuan Orang Papua


Panjimas.com) – Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Indonesia (KAHMI), Kamis (17/7) memberikan penghargaan kepada Ustadz Fadlan Garamatan atas dedikasinya berdakwah dan berhasil mengislamkan ribuan penduduk asli Irian Jaya atau Papua. Pemberian tersebut diserahkan dalam acara resepsi HUT KAHMI Ke-49 di Gedung Ballroom Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jl Senen, Jakarta.
Wartawan panjimas.com sebelumnya berhasil mewancarai terkait perjuangannya dalam mengenalkan Islam di sana. Berikut adalah hasil reportasenya.
Saat ini hijab menjadi trend dikalangan wanita Papua. Hal ini terkait dengan mulai berkembangnya Islam ditanah penghasil tambang terbesar di dunia tersebut. Hampir 60 % penduduk Nuu Waar (nama lain Papua). 147 masjid berdiri kokoh mengkumandangkan keagungan Allah dan menjadi pusat berkembangnya agama Islam.
Awalnya Bernama Nuu Waar bukan Papua
Dalam sejarahnya Islam masuk ke pulau Papua pada abad 12 tepatnya pada tanggal 17 Juli 1214 atas perintah Sultan Iskandar 2. Dulu bernama Nuu Waar yang berarti Negeri yang menyimpan rahasia. Sedangkan agama Nasrani masuk pada tanggal 5 Februari 1855. Pemberian nama Papua sendiri mempunyai arti saudara tertua. Kemudian berganti nama Irian Jaya dan saat pemerintahan Gus Dur balik menjadi Papua.
Perubahan tersebut terjadi bukan secara tiba-tiba namun bertahun-tahun dan mengorbankan harta dan jiwa. Adalah Fadlan Garamatan putra ketiga dari Mahmdud Bin Abu Bakar Ibnu Suar dan Siti Ruqiyah binti Ismail merupakan salah satu dai yang berhasil mengembangkan Islam di tanah Nuu Waar. Berkat perjuangannya itulah cahaya Islam bisa dirasakan oleh penduduk Nuu Waar. Melalui Islam lah penduduk Nuu Waar kini bisa terangkat derajatnya. Jika dulu banyak yang bertelanjang, jarang mandi dan tertinggal dalam segala hal. Kini perlahan mereka berubah menjadi makhluk yang mulia.
Ancaman dan Teror Menjadi Pelecut Dalam Berdakwah
Keberhasilannya mengislamkan masyarakat Nuu Waar tidak semulus yang dibayangkan. Beragam cobaan ancaman diterima oleh Ust Fadlan Garamatan. Salah satunya adalah saat ia diancam oleh salah seorang pendeta yang bernama Alfonso. Bukannya takut dan bersembunyi ataupun lari mendapat ancaman itu Ust Fadlan malah berniat mendatangi rumah pendeta tersebut.
Hampir setiap pagi Ust Fadlan mendatangi rumah pendeta tersebut. Namun saat didatangi pendeta tersebut tak mau menemui dan hanya ditemui oleh istri dan anaknya. Kejadian tersebut berlangsung hingga 2 bulan. Dan di hari pertama bulan ketiga ia mendapat kabar bahwa pendeta Alfonso masuk rumah sakit ia pun akhirnya mendatangi rumah sakit tersebut dengan membawakan parcel buah.
Usai dijenguk Ust Fadlan pun mulai mengenalkan Islam hingga disuatu hari pendeta Alfonso dan seluruh keluarganya menyatakan diri untuk masuk Islam dengan membaca dua kalimat syahadat. Melihat kejadian tersebut para misionaris kebakaran jenggot dan melaporkan ke aparat kepolisian hingga Ust Fadlan akhirnya ditahan 3 bulan.
Keluar dari tahanan Ust Fadlan kembali berdakwah kali ini menuju Kampung Gayem. Sampai ditempat tersebut salah satu kakinya ditombak oleh kepala suku dan tepat mengenai betisnya. Iapun harus masuk rumah sakit selama beberapa minggu . Usai sembuh ia melanjutkan dakwahnya lagi hingga akhirnya kepala suku yang menombak kakinya masuk Islam dan ia akhirnya dilaporkan ke kepolisian dan ditahan 6 bulan. Jeruji besi tak membuatnya luntur dalam berdakwah didaerah.
Mendapat Julukan Ustadz “Sabun”
Yang menarik dakwah pertama yang dilakukan adalah dengan mengajari mandi menggunakan air bersih dan sabun serta sampo.
“Perlu diketahui orang Papua banyak yang bertelanjang dan hanya menggukan koteka saja karena mereka diminta oleh misionaris” ujarnya kepada reporter panjimas.com beberapa waktu yang lalu.
Tak hanya itu orang Papua tidak bisa mandi dan hanya diajari mandi menggunakan minyak babi oleh para pendeta gereja. Yang lebih memprihatinkan jika para wanita melahirkan mereka melahirkan dibawah pohon seperti hewan. Dan memotong tali plasenta menggunakan batu. Anak-anak mereka hanya boleh minum susu sebelah kiri saja. Karena payudara sebelah kanan harus digunakan untuk menyusui anak-anak babi.
Sabun dan sampo adalah modal awal yang digunakan untuk mengajarkan Islam. Hal itu dilakukan karena mayoritas penduduk Papua tidak pernah mandi. Keadaan demikian terjadi karena mereka dipengaruhi oleh misionaris gereja sehingga mereka hanya memakai koteka (telanjang) dan jika mau mandi harus menggunakan minyak babi. Misionaris mempengaruhi bahwa cara ini untuk mempertahankan tradisi.
“Saat mengajari mandi waktu dhuhur tiba lantas kami minta ijin untuk menunaikan sholat. Sholat dilakukan di atas panggung tidak bisa di tanah. Sebab kalau ditanah sering pakai oleh babi dan anjing.“ ujarnya.
Usai ust Fadlan melakukan sholat kepala suku terlihat penasaran. Setiap gerakan kepala suku menanyakan apa maksudnya. Dengan cerdas dan bijak dijelaskan dengan logika yang bisa diterima oleh orang Papua.
Alhamdulillah dengan ijin Allah beberapa kepala suku lantas berunding dan akhirnya mereka semua memutuskan untuk masuk Islam. “Hari ini kita bahagia kita senang anak ini telah mengajarkan agama yang benar. Dan kita akan mengikutinya“ teriak kepala suku diatas panggung menggunakan bahasa Wamena
Mendengar penjelasan tersebut Ust Fadlan yang menjadi pengurus MIUMI dengan jabatan Paku Bumi (Pasukan Khusus Bela Umat Islam) beserta rombongan melakukan sujud sukur. Akhirnya 3712 orang dituntun pelan-pelan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat.
Bersama Ust Fadlan Garamatan dengan pelan Islam disampaikan dipulau yang kaya akan hasil tambang tersebut. Berjalan digelap hutan belantara adalah hal lumrah yang dijalankan oleh para dai pedalaman tersebut. Mandi atau thoharoh merupakan metode dakwah awal yang dilakukan sebelum masyarakat Papua dikenalkan apa itu Islam. Strategi itulah yang kadang ia mendapat julukan sebagai Ustadz sabun.
Selama 37 tahun lebih ustadz yang berasal dari Fak-fak tersebut mendedikasikan jiwa dan hartanya untuk mengislamkan masyarakat Nuu War. Karena wajahnya sudah dikenal maka rombongan Ust Fadlan tidak mengunakan pesawat dalam berdakwah. Selama 12 hari berjalan keluar masuk hutan akhirnya sampai di tempat yang dituju. 3 bulan dihabiskan dalam mengenalkan Islam didaerah tersebut. Hanya satu orang yang berhasil diIslamkan.
Minimnya dana tak membuat ust Fadlan kendor. Ia pergi ke beberapa tempat di Indonesia untuk menyaikan perkembangan Islam di Nuu Waar. Dengan cara itualah ribuan pakaian pantas pakai peralatan mandi bisa didapatkan. Dan dakwah kembalil dilakukan. Tak semua orang mampu mengikuti model gerakan dakwah yang dilakukan oleh Ust Fadlan dan kawan-kawanya. Ada sebuah kisah menarik saat Ust Fadlan usai berkunjung disebuah Perguruan Tinggi Islam di Jawa. Ia berkenalan dengan salah seorang Ustadz dan diajaklah ustadz tersebut ke Papua.
Mulai dari Nabire perjalanan ke pedalaman dilakukan. Saat baru satu hari ustadz tersebut bertanya “ ustadz Fadlan kapan sampainya ?“ lantas dijawab “belum“ begitu pula hari kedua. Dihari kelima Ustadz tersebut lantas memaki-maki ustadz Fadlan.
“Kalau saya tahu dakwah seperti ini saya tidak mau ikut. Tolong pulangkan saya ke kota dan saya akan kembali ke Jawa Timur“
Ustadz Fadlad pun menjawab “Antum tidak pantas menjadi umat Muhammad, antum tidak pantas memeluk agama Islam. Coba tengok 1400 silam seorang Muhammad berdakwah dengan sendirian. Sekarang anda berdakwah dengan saudara Islam namun anda ketakutan. Silahkan anda pulang tapi kami tak mau mengantar”
Mendengar penjelasan tersebut, Alhamdulillah lantas ustadz dari Jawa Timur itu lantas mau bergabung kembali untuk melakukan dakwah.
Berkat kesabaran dan kistiqomahan Ust Fadlan ribuan penduduk Nuu Waar (Papua) berhasil ia Islamkan berikut pendeta. Hingga disuatu saat beberapa kepala Suku pun sempat diundang ke Istana Negara yang saat itu Presidennta Suharto dan diberangkatkan naik haji ke tanah suci. Cita-citanya saat ini adalah ingin memiliki sebuah pesawat syariah. Harapanya dengan pesawat tersebut dakwahnya bisa lebih menjangkau daerah-daerah di propinsi Indonesia paling timur tersebut. Selain itu ia juga ingin mendirikan perkampungan syariah. Saat ini sudah berhasil memiliki 200 hektar. Kedepan wilayah tersebut akan dibangun segala kebutuhan administrasi negara seperti kantor keluarahan, puskesmas, kecamatan yang dalam pelaksanaannya menggunakan sistem syariah. Selain itu saat ini sedang dibangun Masjid yang sangat besar di Jaya Pura yang rencananya akan selesai dibangun pada tahun 2016. Masjid tersebut akan diberi nama The Jessus bin Maryam

Minggu, 27 September 2015

Belajar sabar dari orang Japan "ORANG JEPANG NAIK HAJI"

Belajar sabar dari orang Japan
"ORANG JEPANG NAIK HAJI"

“Subarashi..! Subarashi..!” atau “Luar Biasa.! Luar Bias.!”, itulah yang ber-ulangkali diucapkan oleh Omar-san, orang Jepang dalam kloter haji kami.

Kalimat itu diucapkannya saat melihat Ka’bah.
Bersama dengan Omar-san, ada 10 orang Jepang lain yang ikut haji tahun ini dari kloter haji embarkasi Jepang.

Bagi Omar-san, yang baru memeluk Islam 3 tahun lalu, ini adalah kali pertamanya naik haji. Ia begitu kagum dan terkesima dengan masif-nya jumlah jamaah haji dari berbagai penjuru dunia yang datang saat bersamaan dan melaku-kan ritual haji yang sama.

Ada satu kekuatan besar yang mampu membawa berjuta-juta orang secara sukarela datang ke tanah suci. Hal itulah yang membuatnya terpana di depan Ka’bah.

Berangkat haji bersama orang Jepang menarik. Bagaimana tidak, selama tinggal di Jepang, saya jarang melihat orang Jepang yang beragama Islam (ataupun beragama lainnya, Kristen atau Yahudi). Kebanyakan tidak memilih agama tertentu, mereka kebanyakan menganut ajaran Shinto yang lebih bersifat budaya ketimbang agama.

Sehari-hari, sebenarnya orang Jepang sudah berperilaku lebih dari orang beragama. Mereka sangat santun, sabar, bersih, tekun, disiplin, dan tertib dalam ber-masyarakat. Semua ajaran agama yang menganjur-kan kebaikan dan perilaku terpuji telah mereka terapkan tanpa harus memeluk suatu agama tertentu. Hal ini bisa di-lihat dalam kehidupan sehari-hari.

Agama, datang ke dunia untuk memperbaiki akhlak, atau perilaku manusia. Sayapun bertanya pada Omar-san, apabila akhlak di masyarakat sudah baik, masih perlukah orang Jepang memeluk agama.
Menurutnya, Jepang memang sebuah masyarakat yang tertata baik dan aplikatif dari ajaran "agama-nya"..

Namun pada ujungnya, manusia tetap membutuh-kan tambatan hati. Sebuah oase tempat mengadu dalam keadaan sendiri, baik suka maupun duka. Sebuah tautan kala sedang dirundung beragam masalah dan tekanan dunia.

Tanpa agama, berbagai pelarian dicari oleh orang Jepang untuk mencari ketenangan hati. Jadi., menurut Omar san, orang Jepang masih memerlukan agama.

Hal itulah yang me-latarbelakangi Omar-san untuk memeluk agama. Ia mengatakan bahwa setelah beragama, ia menemukan ketenangan hati dan kedamaian jiwa. Meski demikian, banyak orang yang bertanya padanya, tidakkah sulit menjadi Islam di Jepang.

Permasalahan bagi orang Jepang dalam memeluk Islam bukan pada ideologi, namun pada urusan praktikalitas ritual.

Menjalankan ibadah sholat sebanyak 5 kali sehari, puasa sebulan, dan melaksanakan haji, adalah aktivitas yang sangat sulit dalam lingkungan orang Jepang.

Bangsa Jepang adalah pekerja keras. Bekerja di perusahaan Jepang misalnya, sulit mendapat dispensasi ijin sholat pada waktunya, apalagi cuti ibadah haji. Nyaris mustahil untuk dikabulkan. Belum lagi soal pilihan makanan halal yang amat jarang di Jepang.

Namun berbeda dengan barat yang memiliki prejudice tentang Islam, di Jepang pandangan masyarakat tentang Islam tidak seburuk di barat. Bagi orang Jepang, agama apa saja dipandang baik, karena ajaran setiap agama adalah mengarah pada kebaikan. Oleh karena itu, Islam lebih gampang diterima banyak orang Jepang.

Omar-san sendiri beruntung. Ia adalah Presiden Direktur (Sachoo) sebuah perusahaan konstruksi milik sendiri. Perusahaannya tergolong besar di daerah Kasugai, Aichi-Ken, di sekitar kota Nagoya. Jadi., ia bisa mengatur praktik ritual agama, termasuk saat ia memutuskan naik haji bersama istrinya, yang juga orang Jepang.

Selain Omar-san ada Saif Takehito, diplomat Jepang di Kedutaan Besar Jepang di Dubai. Jago bahasa Arab dan ahli membaca Al Qur’an (saya saja sampai minder mendengar ia membaca Qur’an).
Sementara yang lain-nya Muhammad Syarief seorang wirausaha tinggal di Tokyo.

Karakter dan kultur dari orang Jepang yang baik dan santun, tercermin saat menjalankan ibadah haji. Dalam kondisi apapun, mereka tetap diam dan sabar. Persis saat mereka menghadapi bencana alam Maret lalu.

Tekanan terbesar dari ibadah haji adalah soal kesabaran. Mulai dari kedatangan di Arab, prosesi ibadah, aktifitas sehari-hari, hingga kembali ke Jepang, ujian kesabaran silih berganti.

Banyak dari kita yang kadang lepas kontrol, lalu marah-marah dan malah beradu mulut dengan jamaah lain. Tapi saya melihat para jamaah haji dari Jepang memiliki kesabaran yang tinggi. Padahal mereka dihadapkan pada kondisi yang bertolak belakang dengan keadaan negaranya yang tertib dan teratur.

Suatu malam di Mina, terjadi kekacauan di maktab kami, saat kembali dari melempar jumrah, tenda kami dipindahkan pengelola. Akibatnya, barang-barang semua tercecer, bahkan ada yang kehilangan.
Beberapa jamaah haji dari negara lain ada yang marah-marah dan menyalahkan panitia karena tidak menjaga barangnya dan bahkan sampai ingin menuntut ganti rugi.

Masya Allah!
Mereka sampai harus ditenangkan oleh semua yang ada di tenda, “Sabar haji. Sabar.Istighfaar.This is Hajj...”. Baru-lah kemudian mereka me-ngucapkan istighfar dan meminta maaf karena menimbulkan kekacauan di tenda.

Sementara itu saya melihat Muhammad Syarief kehilangan sleeping bag-nya hanya celingak celinguk tapi diam saja tanpa protes dan mengeluh. Ia malah menggelar handuk dan tidur langsung di karpet dalam diam. Simpati jamaah di tenda kami-pun diarahkan pada dirinya. Kamipun meminjamkan-nya sleeping bag, memberinya obat dan makanan, serta menawarkan lokasi tidur yang nyaman. Semua jamaah simpati pada kesantunan orang Jepang ini.

Hal serupa saya juga perhatikan dari diri Saif Takehito. Suatu malam kita harus menunggu di Arafah hingga menjelang tengah malam. Saat itu ada kecelakaan bis sehingga semua jalan menuju Muzdalifah di-tutup. Akibatnya bis rombongan kita tertunda keberangkatannya ke Muzdalifah. Banyak jamaah di kelompok kami yang beradu mulut dan berdebat. Mereka merasa harus tiba di Muzdalifah sebelum tengah malam dan melakukan sholat dua rakaat, sesuai sunah Nabi. Pimpinan rombongan mengatakan bahwa dalam kondisi darurat, sholat bisa dilaksanakan di Arafah. Tapi banyak jamaah yang tidak terima, perdebatanpun terjadi bahkan cenderung memanas.

Saif Takehito saya lihat hanya duduk saja di bawah pohon sambil berulangkali melafazkan nama-nama Allah (berdzikir).

Saat saya tanya bagaimana pendapatnya, Saif berkata yang terjadi di luar kehendak manusia, kita tak bisa berbuat apa. Semua kehendak Allah. Jadi janganlah kita saling berbantahan, kita harus bersabar dan ikuti perintah pimpinan kita.
Masya Allah, jadi malu oleh ucapan dari orang Jepang yang notabene baru memeluk Islam.

Meski orang Jepang dihadapkan pada suasana yang jauh berbeda dengan negerinya, mereka ternyata bisa memahami dan tetap sabar. Mereka tidak mengeluh dan menyalah-kan keadaan.
Hal tersebut memberi saya sebuah kesadaran, bahwa keber-agama-an bukan semata soal pengetahuan. Akhlak dan perilaku baik, terbentuk bukan saja dari pengetahuan, tapi lebih pada kebiasaan.

Orang Jepang sejak kecil sudah dibiasakan dan di-didik berbuat baik, sabar, dan memerhatikan kepentingan orang lain.

Di sekolah, di rumah, di masyarakat, ajaran dan yang dilihat sama. Sementara banyak orang beragama yang hanya diajarkan dan diminta menghafalkan cara berbuat baik dan sabar.

Itulah sebabnya dulu Nabi Muhammad Saw senantiasa berkata, “Biasakanlah berbuat baik., biasakanlah berbuat baik” Bukan menghafal perbuatan baik, tapi membiasakan berbuat baik. Tentu tujuan-nya agar kita menjadi orang baik, yang sebaik-baiknya.

Semoga bermanfaat.🌸

Note :
Hasil Copas dari WA Groups