SIRAH
NABAWIAH
Dirangkum
oleh Kang Teddy Tedjakusuma dari buku karangan Syeikh Syafiyyur Rahman
Mubarakfuri
DAKWAH KEPADA KABILAH-KABILAH ARAB (10)
Pada bulan Syawwal di tahun kesepuluh kenabian,
setelah meninggalnya Khadijah, Rasulullah saw menikahi Saudah bin Zam’ah.
Saudah termasuk orang yang telah lama memeluk Islam, dan ikut berhijrah ke
Habasyah dalam rombongan yang kedua. Saudah adalah janda dari Sukran bin
Amru, yang juga berhijrah bersama Saudah namun meninggal di Habasyah.
Setelah itu, Rasulullah meminangnya dan menikahinya.
Pada bulan yang sama Rasululullah saw keluar
menuju Tha’if. Jarak antara Tha’if dan Mekkah sekitar enam puluh
mil. Perjalanan tersebut beliau tempuh dengan berjalan kaki,
pulang-pergi. Beliau ditemani oleh Zaid bin Haritsah, budak beliau yang
kemudian beliau angkat sebagai anak. Setiap melewati suatu kabilah di
jalan, beliau serukan Islam kepada mereka, namun tidak ada seorang pun yang
menyambutnya. Rasulullah berada di Tha’if selama sepuluh hari.
Selama itu, beliau mendatangi dan mengajak seluruh pemuka mereka. Namun
mereka mengatakan, “Keluarlah kamu dari daerah kami!” Kemudian, mereka
mengerahkan orang-orang bodoh mereka. Ketika hendak keluar, beliau
diikuti oleh orang-orang bodoh itu dan budak-budak mereka yang berteriak-teriak
mencaci-maki beliau. Mereka berbaris sambil melempari beliau dengan batu
sehingga kedua sandalnya terwarnai dengan darah. Zaid bin Haritsah
berusaha keras melindungi beliau dengan dirinya walaupun ia sendiri terluka
pada kepalanya. Dalam penuturannya kepada ‘Aisyah, Rasulullah bercerita
tentang apa yang beliau alami di Thai’fi: “Dalam perjalanan pulang ke Mekkah
dari Tha’if, aku mengangkat kepalaku dan terlihat awan yang menaungiku.
Ternyata di atas Jibril memanggilku, dan berkata, ‘Allah telah mengutus seorang
malaikat pengurus gunung kepadamu untuk kamu perintahkan sesuai dengan kehendakmu
terhadap mereka (penduduk Tha’if). Malaikat pengurus gunung itupun
memanggilku dan mengucapkan salam kepadaku, lalu berkata, ‘Muhammad, begitulah,
terserah kamu. Jika kamu mau, akan aku tutupkan kepada mereka dua gunung
Mekkah (yaitu gunung Abu Qubais dan gunung Qa’iqa’an yang saling
berhadapan).” Namun Rasulullah berkata, “Janganlah kau lakukan, tetapi
saya berharap semoga Allah ‘Azza wa Jalla melahirkan dari keturunan mereka
orang-orang yang hanya beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun.”
Demikian jawaban Rasulullah terhadap tawaran
malaikat pengurus gunung itu, yang darinya tampak jelas kepribadian beliau yang
sangat istimewa dan akhlak beliau yang mulia. Beliau tidak mendendam
kepada orang-orang yang telah melukainya melainkan mendoakan kebaikan untuk
mereka.
Pada bulan Dzul Qa’adah tahun kesepuluh kenabian,
Rasulullah saw kembali ke Mekkah, untuk memulai menawarkan Islam kepada
kabilah-kabilah dan pribadi-pribadi, sehubungan dengan hampir tibanya musim
haji. Pada musim haji itu, orang-orang berdatangan ke Mekkah dari
berbagai penjuru dengan berjalan kaki dan mengendarai onta. Maka
Rasulullah saw pun memanfaatkan kesempatan tersebut. Beliau mendatangi
setiap kabilah, untuk menawarkan Islam dan berdakwah kepada mereka. Ada
sekitar 15 (lima belas) kabilah yang didatangi Rasulullah pada waktu itu.
Namun, tidak ada seorang pun dari mereka yang menyambut seruan beliau
tersebut.
Di samping kepada kabilah-kabilah, Rasulullah saw
juga menawarkan Islam kepada pribadi-pribadi. Di antara orang-orang yang
beliau ajak tersebut, ada yang menyambutnya dengan baik, dan beberapa orang
lelaki beriman kepadanya, tidak lama setelah musim haji berakhir. Di
antara mereka adalah:
1.
Suwaid bin Shamit, seorang penyair dari Yatsrib (Madinah). Ia
datang ke Mekkah dalam rangka melakukan haji dan umrah, kemudian diserukan
Islam kepadanya oleh Rasulullah saw. Ketika beliau membacakan Al-Quran
dan menyerukan Islam kepadanya, ia berkata, “Sesungguhnya ini adalah perkataan yang
bagus.” Ia masuk Islam pada awal tahun kesebelas kenabian.
2.
Iyyas bin Mu’adz, seorang pemuda dari Yatsrib. Awalnya ia datang
ke Mekkah bersama rombongan kabilah Aus, dalam rangka mencari sekutu di antara
orang-orang Quraisy untuk menghadapi kabilah Khazraj yang memang telah
bermusuhan dalam waktu yang lama dengan kabilah Aus. Setelah ia dan
rombongannya pulang ke Yatsrib, Iyyas meninggal. Namun sebelum
kematiannya, ia bertahlil, bertakbir, dan bertahmid. Kaumnya tidak
meragukan bahwa Iyyas mati dalam keadaan muslim.
3.
Abu Dzar al-Ghifari, salah seorang penduduk Yatsrib. Ia datang
sendirian ke Mekkah khusus unuk menemui Rasulullah saw yang telah ia dengar
mengaku sebagai seorang nabi. Setelah menemui Rasulullah dan mendapat
penerangan tentang Islam dari beliau ia pun masuk Islam. Setelah itu,
walau diperintah Nabi untuk menyembunyikan keislamannya, Abu Dzar datang ke
tempat berkumpulnya orang-orang Quraisy dan menyatakan keislamannya.
Kontan saja ia dihajar oleh mereka dan hampir saja dibunuh, kalau tidak
ditolong oleh Abbas, yang mengatakan bahwa Abu Dzar adalah seseorang yang
berasal dari Ghifar, tempat lalu lintas perdagangan suku Quraisy. Kalau
sampai Abu Dzar mati di tangan suku Quraisy, pasti mereka akan kesulitan
melintasi Ghifar. Akhirnya mereka pun melepaskan Abu Dzar.
4.
Tufail bin Amru ad-Dausi, seorang terhormat, pimpinan kabilah
Daus. Setelah menemui Rasulullah ia pun menerima seruannya dan masuk
Islam. Tufail kemudian pulang ke kabilahnya dan mulai mendakwahkan Islam kepada
orang tua dan istrinya serta kaumnya kepada Islam, sehingga kelak ia
mengislamkan sekitar tujuh puluh atau delapan puluh keluarga dari kaumnya.
Kelak ia ikut berjuang mempertahankan Islam dan mati syahid dalam perang
Yamamah.
5.
Dhamad al-Azdi, seseorang dari Bani Azd Syanu’ah dari Yaman. Ia
adalah seorang yang suka merukyah (menyembuhkan orang gila). Ketika ia datang
ke Mekkah, ia mendengar dari orang-orang bodoh tentang Muhammad saw yang
katanya orang gila. Ia kemudian datang kepada Nabi Muhammad dengan maksud
menyembuhkannya (dalam fikirannya). Namun ketika ia menemui beliau dan
mendengar kata-kata beliau tentang Islam, ia justru menjadi tertarik dan
berkata, “Aku telah mendengar perkataan dukun, perkataan tukang sihir, dan perkataan
penyair. Namun aku belum pernah mendengar perkataan seperti perkataanmu
ini. Perkataan itu telah mencapai lautan. Ulurkan tanganmu, aku
akan membai’atmu atas Islam. “ Dhamad pun kemudian membai’at
beliau.
Pada musim haji tahun kesebelas dari kenabian
(Juli 620 M), dakwah Islam menemukan bibit-bibit yang baik. Tidak lama
kemudian, bibit-bibit tersebut berubah menjadi pohon yang tinggi, dijadikan
sebagai tempat bernaung oleh kaum Muslimin dari berbagai kezhaliman, selama
bertahun-tahun.
Pada suatu malam, dalam perjalanannya bersama Abu
Bakar dan Ali untuk mendakwahkan Islam secra diam-diam kepada kabilah-kabilah,
Rasulullah saw bertemu dengan enam orang pemuda yang berasal dari Yatsrib, dari
kabilah Khazraj. Atas persetujuan mereka, Nabi pun kemudian mulai
menjelaskan hakikat Islam kepada mereka berikut dakwahnya, mengajak mereka
kepada Allah Azza Wa Jalla, dan membacakan Al-Quran kepada mereka.
Para pemuda itu adalah cendekiawan Yatsrib.
Mereka telah mengalami perang saudara yang belum lama berlalu, yaitu peperangan
antara kaum Khazraj dan kaum Aus, suatu peperangan yang apinya terus
berkobar. Mereka berharap semoga dakwah Rasulullah saw ini menjadi
penyebab bagi terhentinya peperangan tersebut. Mereka berkata,
“Sesungguhnya kami adalah kaum yang masih memiliki rasa permusuhan satu sama
lain. Mudah-mudahan Allah menyatukan kami melalui Anda. Kami akan
mendatangi kaum kami dengan membawa apa yang telah kami terima dari Anda.
Apabila Allah menyatukan mereka melalui Anda, maka tidak ada orang yang lebih
mulia daripada Anda.” Para pemuda itupun menyatakan keislamannya kepada
Rasulullah, dan setelah pulang ke Madinah, mereka mendakwahkan Islam kepada
kaum mereka, sehingga di antara rumah-rumah kaum mereka (yang kemudian disebut
kaum Anshar) tidak ada satu rumah pun yang tidak menyebutkan Rasulullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar