SIRAH
NABAWIAH
Dirangkum
oleh Kang Teddy Tedjakusuma dari buku karangan Syeikh Syafiyyur Rahman
Mubarakfuri
ISRA MI’RAJ DAN PERJANJIAN AQABAH PERTAMA (11)
Ketika Nabi saw berada dalam suatu fase yang
ketika itu dakwah beliau berada di antara keberhasilan dan penyiksaan, dan
beliau hanya melihat bintang kecil yang bersinar di langit yang tinggi,
terjadilah peristiwa Isra dan Mi’raj, pada sekitar tahun ketiga belas
kenabian. Isra adalah perjalanan Nabi dari Masjidil Haram di Mekkah ke
Masjidil Aqsa di Palestina, sedangkan Mi’raj adalah naiknya Nabi Muhammad dari
Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha. Dalam perjalanan ini Nabi saw menaiki
kendaraan bernama Buraq dan ditemani oleh Malaikat Jibril. Allah memperjalankan
hambanya ini untuk mmperlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
kebesaran-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Isra ayat 1:
“Subhaanalladzii asraa bi’abdihii lailam minal masjidil haraami ilal masjidil
aqshalladzii baaraknaa haulahuu linuriyahuu min aayaatinaa. Innahuu huwas
samii’ul bashiir.” (Maha Suci Dia yang telah memperjalankan hamba-Nya dari
Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang di sekitarnya teleh diberkahi, agar Ia
memperlihatkan padanya sebagian tanda-tanda kekuasan-Nya. Sesungguhnya Ia
Maha Mendengar dan Maha Melihat.”
Dalam perjalanan Mi’raj Nabi menaiki 7 (tujuh)
lapis langit, dan bertemu dengan para nabi di masing-masing lapisan tersebut,
yaitu nabi-nabi sbb: Nabi Adam as, Nabi Yahya as dan Nabi Isa as, Nabi Yusuf
as, Nabi Idris as, Nabi Harun as, Nabi Musa as, dan Nabi Ibrahim as. Setelah
itu Nabi naik ke Sidratul Muntaha dan menerima perintah shalat dari Allah
Swt. Awalnya beliau diperintahkan untuk shalat 50 kali sehari, namun
kemudian setelah kembali dan melewati Nabi Musa, Nabi Musa menyarankan agar
Nabi Muhammad saw minta keringanan. Beliau kembali kepada Allah dan
meminta keringanan, sehingga Allah swt mengurangi kewajiban shalat menjadi 40
kali. Demikian seterusnya Nabi bolak-balik antara Musa dan Allah Swt sampai
Allah memerintahkan shalat hanya 5 kali sehari, yang setelah itu Nabi Muhammad
merasa malu untuk meminta lagi keringanan.
Dalam peristiwa ini Nabi Muhammad saw juga
menyaksikan surga dan neraka. Di neraka beliau melihat siksaan yang
ditimpakan kepada para pemakan anak yatim, pemakan riba, pezina, dan wanita
yang menasabkan anak-anak mereka kepada para lelaki yang bukan bapak dari
anak-anak itu. Keesokan harinya beliau mengabarkan hal ini kepada
kaumnya, maka semakin bertambahlah pendustaan dan permusuhan kepada
beliau. Ketika beliau diminta memberikan bukti-bukti tentang kebenaran
peristiwa yang beliau alami ini, maka beliau menceritakan tentang keadaan
Baitul Maqdis (Masjidil Aqsha), juga tentang kafilah Quraisy yang beliau lihat
dalam perjalanan berangkat dan pulang. Walaupun hal-hal tersebut benar
adanya, kaumnya tetap mengingkarinya dan makin menentangnya. Hanya Abu
Bakar ra saja yang membenarkan cerita beliau ini, dan karenanya Abu Bakar
digelari ash-shiddiq karena membenarkan peristiwa itu ketika manusia
mendustakannya.
Hikmah peristiwa Isra Mi’raj adalah agar Nabi
Muhammad saw merasa yakin dengan risalah yang diamanatkan oleh Allah swt kepada
beliau, sebab melihat tanda-tanda kekuasaan Allah Swt dengan mata kepala
sendiri tentu tidak sama dengan hanya mendengar berita saja. Sehingga,
Nabi memiliki kesabaran yang tidak dimiliki oleh orang lain, dalam meniti jalan
Allah; dan seluruh kekuatan dunia di hadapannya tidak lebih dari sayap seekor
nyamuk. Mereka tidak peduli ketika kekuatan dunia tersebut menghadapapi
mereka dengan berbagai ujian dan penyiksaan.
Dalam episode sebelumnya diceritakan tentang enam
orang penduduk Yatsrib yang telah memeluk Islam pada musim haji tahun kesebelas
kenabian, dan mereka berjanji kepada Rasulullah saw untuk menyebarkan risalah
beliau di tengah-tengah kaum mereka.
Sebagai hasilnya, pada musim haji tahun kedua
belas kenabian (Juli 621 M) dua belas orang datang menemui Rasulullah
saw. Di antara dua belas orang itu terdapat lima dari enam orang yang
pernah menemui Rasulullah saw pada tahun sebelumnya. Satu orang yang
tidak ikut hadir dari enam orang itu adalah Jabir bin Abdillah bin Ri’ab.
Tujuh orang lainnya dari kedua belas orang itu adalah: Mu’adz bin al-Harits,
Dzakwan bin Abdul Qais, Ubadah bin Shamit, Yadsid bin Tsa’labah, Al Abbas bin
Ubadah, Abul Haitsam bin at-Tihan, dan Uwaim bin Sa’idah. Dua belas orang
yang itu menemui Rasulullah saw di Aqabah, Mina. Imam Bukhari
meriwayatkan dari jalur Ubadah bin Tsamit bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Kemarilah! Berbaiatlah kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan
apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak akan
berdusta untuk menutup-nutupi apa yang ada di depan atau di belakangmu, dan
tidak akan membantah perintahku dalam hal kebaikan. Jika kamu memenuhi
janji, pahalanya terserah kepada Allah. Jika kamu melanggar sesuatu dari
janji itu, lalu dihukum di dunia, maka hukuman itu merupakan kafarat
baginya. Jika kamu melanggar sesuatu dari janji itu, kemudian Allah
menghendaki, Allah akan menyiksanya, atau memberi ampunan menurut
kehendak-Nya.” Kemudian mereka pun berbaiat kepada beliau.
Peristiwa ini dikenal sebagai Perjanjian Aqabah pertama.
Setelah dilaksanakannya baiat tersebut dan musim
haji berakhir, Nabi saw mengutus duta pertama ke Madinah, yang diikutsertakan
bersama orang-orang yang telah berbaiat tersebut. Tujuannya untuk
mengajarkan hukum-hukum Islam dan pemahaman tentang agama kepada kaum Muslimin
yang ada di ssana, dan menyebarkan Islam di tengah-tengah orang-orang yang
masih menganut kemusyrikan. Untuk tugas ini, beliau memilih salah seorang
pemuda Islam dari as-Sabiqunal Awwalun, yaitu Mush’ab bin Umair al-Abdari ra.
Mush’ab bin Umair tinggal di rumah As’ad bin
Zararah. Keduanya kemudian menyebarkan Islam di tengah-tengah penduduk
Yatsrib, dengan penuh semangat. Dengan kegiatan penyebarannya ini tidak
ada satu perkampungan pun di antara perkampungan-perkampungan kaum Anshar
kecuali di dalamnya terdapat lelaki dan wanita muslim, kecuail di perkampungan
Bani Umayyah bin Zaid, Khuthamah dan Wail, sebab di tengah-tengah mereka
terdapat ahli syair yang bernama Qais bin al-Aslat yang ditaati oleh penduduk
sekitarnya, yang telah mencegah mereka untuk memeluk Islam hingga terjadi
peperangan Khandaq, yaitu tahun kelima Hijrah.
Menjelang datangnya musim haji berikutnya, yaitu
musim haji tahun ketiga belas kenabian, Mush’ab bin Umair kembali ke Mekkah
membawa berita gembir kepada Rasulullah saw. Ia menceritakan kepada
belaiu perihal kabilah-kabilah Yatsrib berikut kebaikan dan kekuatan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar