DEPAN

Sungguh, kadang kejujuran itu terasa sangat menyakitkan, tetapi katakanlah dan luruskanlah saja niatmu

Hisablah dirimu sebelum di hisab Allah dan jangalah menyibukkan diri menghisab apalagi menghisap orang lain

Memang nikmat berbagi dalam kebaikan & kebenaran (modifikasi dari KZ)

Salah satu tugas dalam hidup ini begitu sederhana, hanya bersabar dan besyukur (AFF)

Orang yang melewatkan satu hari dalam hidupnya tanpa ada suatu hak yang ia tunaikan atau suatu fardu yang ia lakukan atau kemuliaan yang ia wariskan atau pujian yang ia hasilkan atau kebaikan yang ia tanamkan atau ilmu yang ia dapatkan,maka sungguh-sungguh ia telah durhaka pada harinya dan menganiaya diri. (Dr. Yusuf Al-qardhawi)

-----------------------------

http://refleksirifa.blogspot.com/

https://rifateashahihbukhari.blogspot.com

http://www.facebook.com/ridwan.farid.3990

id.linkedin.com/pub/ridwan-farid/6/17b/164

------------------------------------

YM & Gtalk : rifa120

Selasa, 06 Oktober 2015

Sirah Nabawiyah-HIJRAH KE HABASYAH (7)



SIRAH NABAWIAH
Dirangkum oleh Kang Teddy Tedjakusuma dari buku karangan Syeikh Syafiyyur Rahman Mubarakfuri



 HIJRAH KE HABASYAH (7)

Sejak dilakukannya penindasan oleh kaum musyrikin Quraisy terhadap kaum muslimin khususnya yang berasal dari golongan lemah, Rasulullah saw melarang kaum muslimin untuk menyatakan keislaman mereka, dan tidak berkumpul dengan mereka kecuali dengan sembunyi-sembunyi.  Mereka biasanya berkumpul secara rahasia di rumah Al-Arqam bin Abil Arqam yang terletak di atas bukit Shafa, sebagai markas dakwah dan tempat berkumpul kaum muslimin.
Namun demikian penyiksaan kaum musyrikin terhadap kaum muslimin tidak berhenti malah semakin hebat.  Sehingga keadaan di Mekkah tak lagi cocok bagi kaum muslimin untuk menjalankan agamanya.  Dalam keadaan tersebut, turunlah surat Al-Kahfi yang di dalamnya terkandung tiga kisah.  Kisah pertama yaitu kisah Ashabul Kahfi (para penghuni gua) yang memberikan isyarat untuk melakukan hijrah dari pusat kekafiran ketika dikhawatirkan timbul fitnah terhadap agama. 
Wa idzi’tazaltumuuhum wamaa ya’buduuna illallaahu fa wuu ilalkahfi yansyurlakum rabbukum min rahmatihii wa yuhayyi lakum min amrikum mirfaqaa
“Dan apabila kamu meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat perlindungan ke dalam gua itu, niscaya Tuhan kamu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan kamu.” (al-Kahfi:16)
Kisah kedua yaitu kisah Khidr dan Musa memberikan isyarat bahwa keadaan tidak senantiasa berjalan dan memberikan hasil sesuai dengan lahiriahnya, bahkan boleh jadi hasil yang diperoleh berlawan sekali dengan kondisi lahiriahnya. Hal ini menunjukkan bahwa peperangan yang dilancarkan kaum musyrikin akan berbalik total; thagut-thagut musyrik tersebut jika tidak beriman akan dituntut di hadapan kaum muslimin yang lemah dan terusir tersebut.
Kisah ketiga adalah kisah Dzul Qarnain yang memberikan isyarat bahwa bumi itu milik Allah dan akan diwariskan kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki. 
Kemudian, turun pula surat Az-Zumar yang mengisyaratkan tentang hijrah, dan menyatakan bahwa bumi Allah itu tidak sempit.  Allah berfirman:
“Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas.  Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Az Zumar: 10)
Rasulullah saw telah mengetahui bahwa Najasyi, raja Habasyah (Ethiopia sekarang), adalah seorang raja yang adil, dan tidak ada seorang pun di sisinya yang terzhalimi.  Maka beliau memerintahkan kaum muslimin untuk berhijrah ke sana.  Pada bulan Rajab tahun kelima kenabian, berangkatlah rombongan pertama para sahabat ke Habasyah.  Kelompok tersebut terdiri atas 12 (dua belas) laki-laki dan 4 (empat) wanita (total 16 orang).  Kelompok tersebut dipimpin oleh Utsman bin Affan yang didampingi oleh istrinya Ruqayyah binti Muhammad saw.  Tentang keduanya, Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya keduanya adalah keluarga pertama yang berhijrah di jalan Allah, setelah Ibrahim dan Luth alaihimas salam”
Mereka pun keluar dari Mekkah secara sembunyi-sembunyi di tengah-tengah kegelapan malam.  Mereka keluar menuju pantai Syu’aibah, dan berlayar menuju Habasyah.  Sesampainya di Habasyah mereka tinggal di sana dalam keadaan aman. 
Sementara itu di Mekkah ada suatu kejadian yang unik.  Kaum musyrikin suatu saat mendengarkan bacaan Al-Quran yang dibacakan oleh Nabi, yaitu surat An-Najm, walaupun sesungguhnya mereka bersepakat dan melarang orang lain untuk mendengarkan bacaan Al-Quran.  Namun ketika mereka mendengarkan bacaan Rasulullah, mereka lupa akan kesepakatan itu.  Mereka tertegun ketika beliau memperdengarkan ayat-ayat dari surat An-Najm, sampai ayat terakhir sebagai berikut:
Fasjuduu lillaahi wa’buduu
“Maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia)” (An-Najm: 62).  Nabi saw pun bersujud setelah membaca surat ini.  Maka, kaum musyrikin itu tidak mampu menahan diri untuk ikut bersujud.  Pada hakikatnya, goncangan kebenaran telah menghancurkan rasa ingkar yang ada di dalam jiwa orang-orang yang angkuh dan pengejek; mereka tidak mampu menahan diri untuk bersujud kepada Allah.  Setelah itu mereka menyesal dan mencari alasan yang dibuat-buat tentang mengapa mereka bersujud.
Berita tentang kejadian ini sampai ke kaum muslimin yang telah berhijrah ke Habasyah, namun dalam bentuk lain.  Berita yang sampai kepada mereka adalah bahwa orang-orang Quraisy telah masuk Islam.  Tentu saja mereka merasa sangat bergembira mendengar berita ini, dan mereka pun pulang ke Mekkah pada bulan Syawwal tahun yang sama.  Tetapi, setelah mereka sampai di dekat Mekkah dan mengetahui persoalannya dengan jelas, sebagian mereka ada yang kembali ke Habasyah.  Tidak ada seorang pun dari mereka yang masuk ke Mekkah kecuali dengan sembunyi-sembunyi, atau dalam perlindungan salah seorang tokoh Quraisy.
Karena penyiksaan terhadap kaum muslimin tidak berhenti malah semakin hebat, Rasulullah saw menyuruh kembali kaum muslimin untuk berhijrah ke Habasyah.  Hijrah kedua ini diikuti oleh 83 (delapan puluh tiga lelaki) dan 19 (sembilan belas) wanita (jadi totalnya 102 orang).  
Setelah mengetahui perihal hijrahnya kaum muslimin ke Habasyah, kaum musyrikin Quraisy menjadi amat gusar.  Mereka kemudian mengutus dua tokohnya yang gagah dan cerdas, yaitu Amru bin al-Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah (keduanya belum masuk Islam saat itu).  Kaum Quraisy mengutus mereka untuk membawa hadiah-hadiah kepada Najasyi dan para pembesar kerajaan.
Sesampainya mereka di Habasyah mereka menyerahkan hadiah-hadiah tersebut kepada para pembesar kerajaan, dan memberikan keterangan yang dapat menghasut mereka untuk mengusir kaum muslimin.  Para pembesar kerajaan pun bersepakat untuk memohon kepada Najasyi agar mengusir kaum muslimin dari Habasyah.  Setelah para pembesar Habasyah itu menghadap kepada rajanya, Najasyi memerintahkan untuk mengadakan sebuah pertemuan besar untuk memeriksa dengan baik perkara kaum muslimin tersebut. 
Maka berkumpullah seluruh pembesar kerajaan di istana, dan kemudian kaum muslimin diperintahkan untuk memasuki istana tersebut.  Amr dan Abullah ikut berada di sana.  Raja Najasyi pun mengadakan persidangan untuk menanyakan berbagai perkara sehubungan dengan agama baru yang dibawa oleh kaum muslimin dari Mekkah itu.  Dalam hal ini yang menjadi juru bicara kaum muslimin adalah Ja’far bin Abi Thalib.  Setelah persidangan dilakukan di mana di dalamnya kaum muslimin menjelaskan tentang ajaran baru mereka yang memerintahkan segala perbuatan baik dan melarang perbuatan buruk, maka Najasyi pun memahami dan membenarkan ajaran baru tersebut sebagai ajaran yang tidak berbeda dengan yang ia anut.  Bahkan, ketika ia menanyakan perihal Isa Al Masih, dan Ja’far menjawabnya dengan membacakan surat Maryam, pembacaan surat itu demikian menyentuh hati raja dan para pembesar sampai mereka meneteskan air matanya dan membasahi jenggot-jenggotnya dengan air mata mereka.  Najasyi kemudian menegaskan bahwa ajaran agama yang dibawa oleh kaum muslimin pada dasarnya sama dengan ajaran yang ia anut, dan karenanya kaum muslimin berhak hidup di tanah Habasyah tanpa gangguan.  Ia mengembalikan hadiah-hadiah itu kepada Amr dan Abdullah, dan mereka pun pulang ke Mekkah dengan menanggung rasa malu. 

Tidak ada komentar: