DEPAN

Sungguh, kadang kejujuran itu terasa sangat menyakitkan, tetapi katakanlah dan luruskanlah saja niatmu

Hisablah dirimu sebelum di hisab Allah dan jangalah menyibukkan diri menghisab apalagi menghisap orang lain

Memang nikmat berbagi dalam kebaikan & kebenaran (modifikasi dari KZ)

Salah satu tugas dalam hidup ini begitu sederhana, hanya bersabar dan besyukur (AFF)

Orang yang melewatkan satu hari dalam hidupnya tanpa ada suatu hak yang ia tunaikan atau suatu fardu yang ia lakukan atau kemuliaan yang ia wariskan atau pujian yang ia hasilkan atau kebaikan yang ia tanamkan atau ilmu yang ia dapatkan,maka sungguh-sungguh ia telah durhaka pada harinya dan menganiaya diri. (Dr. Yusuf Al-qardhawi)

-----------------------------

http://refleksirifa.blogspot.com/

https://rifateashahihbukhari.blogspot.com

http://www.facebook.com/ridwan.farid.3990

id.linkedin.com/pub/ridwan-farid/6/17b/164

------------------------------------

YM & Gtalk : rifa120

Selasa, 06 Oktober 2015

Sirah Nabawiyah-BAIAT AQABAH KEDUA DAN PERSIAPAN HIJRAH (12)



SIRAH NABAWIAH
Dirangkum oleh Kang Teddy Tedjakusuma dari buku karangan Syeikh Syafiyyur Rahman Mubarakfuri 

 

BAIAT AQABAH KEDUA DAN PERSIAPAN HIJRAH (12)

Pada musim haji tahun ketiga belas kenabian (Juni 622H) tujuh puluh lebih kaum muslimin dari penduduk Yatsrib datang untuk menunaikan manasik haji.  Mereka datang bersama rombongan haji kaum mereka dari kaum musyrikin.  Kaum muslimin saling bertanya di antara sesama mereka di perjalanan, “Sampai kapan kita membiarkan Rasulullah saw dihardik dan diancam ketika beliau berkeliling berdakwah di bukit-bukit Mekkah?”  Setelah sampai di Mekkah, terjadilah kontak rahasia antara mereka dan Nabi saw sehingga terjadilah kesepakatan antara kedua pihak untuk berkumpul di lembah yang berada di pinggir Aqabah, dan pertemuan itu dilakukan secara rahasia, di tengah-tengah kegelapan malam. 
Setelah semuanya hadir, dimulailah pembicaraan untuk menetapkan perjanjian keagamaan dan militer.  Perihal isi bai’at tersebut telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Jabir secara rinci.  Jabir berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang perlu kami nyatakan kepada Anda dalam pembicaraan ini?”  Beliau menjawab:
1.       Berjanji untuk taat dan setia kepadaku baik dalam keadaan sibuk maupun senggang.
2.       Berjanji untuk tetap berinfaq baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit.
3.       Berjanji untuk tetap melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar.
4.       Berjanji untuk tetap teguh membela kebenaran kepada Allah, tanpa rasa takut dicela oleh orang yang mencela.
5.       Berjanji untuk tetap membantuku dan membelaku apabila aku telah berada di tengah-tengah kalian, sebagaimana kalian membela diri kalian sendiri dan anak istri kalian. Dengan demikian, kalian akan memperoleh surga.
Kaum muslimin menyepakati isi baiat tersebut, Al-abbas bin Ubadah salah seorang yang hadir berkata, “Tahukah kalian, untuk apa kalian berbaiat kepada orang ini?” Mereka menjawab, “Ya, kami mengetahui.” Dia berkata, “Kalian berbai’at kepada beliau untuk memerangi orang-orang berkulit merah dan hitam.  Apabila suatu saat nanti harta kalian habis dan pemimpin-pemimpin kalian terbunuh, lalu kalian menyerahkan beliau kepada musuh-musuhnya, maka sejak sekarang tinggalkan saja dia.  Demi Allah, jika kalian melakukan hal itu, sesungguhnya hal itu adalah sehina-hina dunia dan akhirat.  Tetapi, apabila kalian bersungguh-sungguh untuk setia kepadanya dan kepada agama yang diserukannya, meskipun harta kalian habis dan pemimpin-pemimpin kalian terbunuh, ikutilah dia.  Demi Allah, hal itu adalah sebaik-baik dunia dan akhirat.”  Mereka berkata, “Kami akan mengikutinya meskipun harta kami habis dan pemimpin-pemimpin kami terbunuh.  Balasan apa yang akan kami peroleh, wahai Rasulullah,  jika kami melakukan hal itu?”  Beliau menjawab, “Surga.” 
Setelah menyetujui isi bai’at itu, dimulailah pelaksanaan bai’at dengan berjabat tangan.  Satu persatu di antara tujuh puluh orang kaum muslimin itu berjabatan tangan dengan Rasulullah saw.  Ada dua orang wanita yang hadir dalam bai’at tersebut, yakni Nasibah binti Ka’b dan Asm’a binti Amru.  Rasulullah membai’at mereka hanya dengan perkataan dan tidak bersalaman dengan mereka karena beliau tak pernah berjabat tangan dengan wanita asing (bukan muhrimnya).
Itulah bai’at Aqabah kedua yang dikenal dengan bai’at Aqabah kubra yang berhasil dilaksanakan dalam suasana yang penuh dengan rasa cinta dan loyal di antara sesama kaum mukmin, serta kepercayaan dan keberanian. Untuk meniti jalan tersebut seorang mukmin dari penduduk Yatsrib berpihak kepada saudara-saudaranya yang lemah yang berada di Mekkah, membelanya, marah terhadapa orang yang menzhaliminya, dan dalam kalbunya timbul perasaan sayang kepada saudaranya yang ia cintai karena Allah.
Demikianlah bai’at Aqabah berhasil dilaksanakan, dan Islam berhasil mendirikan suatu negara di tengah-tengah gurun sahara yang dipenuhi oleh kekufuran dan kejahilan.  Hal ini merupakan prestasi terpenting yang diraih oleh Islam sejak awal dakwahnya.  Setelah perjanjian ini Rasulullah mengizinkan kaum muslimin untuk berhijrah ke Yatsrib. 
Hijrah bukan sekadar mengorbankan segala kepentingan dan harta benda dan menyelematkan diri semata, tetapi juga kesadaran bahwa di tengah jalan mungkin saja dirampok, bahkan mungkin pula akan direnggut nyawanya.  Hijrah juga berarti perjalanan ke masa depan yang masih belum jelas, di samping kesulitan dan penderitaan yang akan dialami di kemudian hari. Kaum muslimin yang pertama-tama melakukan hijrah di antaranya: Abu Salamah (yang kemudian disusul oleh istri dan anaknya), Shuhaib, Umar bin Khattab.  Mereka dihalang-halangi oleh kaum musryikin Quraisy untuk keluar dari Mekkah.  Namun demikian, kaum muslimin tetap keluar meninggalkan Mekkah secara silih berganti.  Setelah dua tahun lebih dari bai’at Aqabah Kubra, tidak ada kaum muslimin yang tersisa di Mekkah, kecuali Rasulullah saw, Abu Bakar, Ali, dan orang-orang yang ditahan oleh kaum musyrikin secara paksa. 
Kaum musyrikin melihat para sahabat Nabi telah keluar meniggalkan Mekkah membawa istri, anak dan harta ke Yatsrib.  Karena itu mereka sangat cemas, terbayang di hadapan mereka bahaya besar yang mengancam eksistensi paganism dan perekonomian mereka. Di samping mengetahui kesempurnaan kepemimpinan Nabi serta tekad dan pengorbanan yang dimiliki oleh para sahabat beliau, kaum musyrikin juga mengetahui bahwa Madinah adalah tempat strategis bagi perdagangan yang melewati pantai-pantai laut merah, dari Yaman ke Syam.  Tidaklah tersembunyi bahaya besar yang mengancam orang-orang Quraisy bila dakwah Islam terpusat di Madinah dan penduduknya melakukan perlawanan terhadap mereka.
Pada hari Kamis tanggal 26 hafar tahun keempat belas kenabian, di pagi hari menjelang siang, kaum Quraisy mendakan sebuah pertemuan, dan pertemuan tersebut merupakan pertemuan terpenting dalam sejarah mereka.  Pertemuan tersebut dihadiri oleh seluruh wakil dan kabilah-kabilah Quraisy, untuk mempelajari rencana pasti yang secara tepat dapat membinasakan pembawa panji dakwah Islam dan mematikan cahaya dakwah Islam secara total.  Setelah mereka mengajukan dan membahas berbagai pendapat, maka salah satu pendapat akhirnya disepakati oleh mereka.  Pendapat ini adalah pendapat gembong penjahat Mekkah, yaitu Abu Jahal bin Hisyam.  Ia berkata, “Aku berpendapat hendaknya kalian mengambil seorang pemuda yang berkedudukan terhormat, kuat dan perkasa dari setiap kabilah Quraisy.  Setiap pemuda itu kita beri sebilah pedang yang ampuh, kemudian secara bersama-sama mendatangi Muhammad, lalu membunuhnya dengan serentak.  Jika pembunuhan itu berhasil, tanggung jawab atas kematiannya terbagi rata di antara semua kabilah Quraisy, sehingga Bani Abdi Manaf tidak akan berani melancarkan serangan pembalasan terhadap seluruh kaum mereka.  Bagi mereka hanya ada satu kemungkinan, yaitu menuntut diyat (denda). 
Setelah keputusan untuk membunuh Muhammad saw ditetapkan, malaikat Jibril turun kepada beliau membawa wahyu Allah Swt, mengabarkan kepadanya persekongkolan orang-orang Quraisy, dan mengabarkan bahwa Allah Swt telah mengizinkan beliau untuk keluar dari Mekkah serta menentukan waktu keberangkatannya dengan mengatakan, “Pada malam ini, janganlah kamu tidur di atas ranjang tempat kamu biasa tidur.”
Pada siang hari itu pula, para gembong penjahat Quraisy sibuk mempersiapkan diri untuk melaksanakan rencana yang telah ditetapkan oleh Parlemen Mekkah pada pagi hari.  Untuk melaksanakan rencana tersebut, dipilihlah sebelas orang di antara gembong-gembong tersebut, termasuk di dalamnya Abu Jahal bin Haisyam dan Abu Lahab.  Waktu yang telah ditetapkan untuk melaksanakan makar tersebut adalah tengah malam.  Maka mereka pun menunggu sampai jam nol.  Tetapi Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, dapat berbuat sekehendak-Nya, dan Dia memberikan perlindungan kepada hamba-Nya.

 

Tidak ada komentar: