KEHIDUPAN
AWAL DI MADINAH
Pertama-tama perlu diketahui
kondisi masyarakat Madinah pada saat Rasulullah saw tiba di Madinah. Ada tiga golongan yang beliau hadapi, yakni
sebagai berikut:
(1) Para sahabat beliau ra, yang
terdiri atas Kaum Anshar (orang-orang muslim Madinah) dan kaum Muhajirin
(orang-orang yang ikut berhijrah ke Madinah).
Kaum Anshar karena berada di dalam negeri sendiri bersama harta mereka
tidak punya keperluan selain rasa aman di dalam kelompoknya. Sebelumnya, di
antara kaum Anshar ini terdapat permusuhan sengit sejak dahulu kala, yaitu
permusuhan antara suku Aus dan suku Khazraj. Sedang kaum Muhajirin tidak
memiliki semua yang dimiliki oleh kaum Anshar. Mereka datang ke Madinah tanpa
membawa apa-apa. Setiap hari jumlah mereka bertambah, sebab setiap orang yang
masuk Islam di Mekkah diizinkan untuk berhijrah. Madinah bukanlah negeri yang kaya raya, maka
dengan perpindahan kaum Muhajirin ini perekonomian Madinah menjadi goncang, di
samping berbagai kekuatan yang memusuhi Islam melakukan semacam pemboikotan
ekonomi, yang menyebabkan barang-barang impor berkurang, dan keadaan pun
menjadi gawat;
(2) Kaum musyrikin yang belum
beriman, mereka termasuk inti dari kabilah-kabilah di Madinah. Mereka tidak memiliki kekuasaan terhadap kaum
Muslimin. Di antara mereka masih ada yang dihinggapi keraguan untuk meninggalkan
agama nenek moyang mereka, dan tidak menyembunyikan permusuhannya terhadap
Islam dan kaum Muslimin. Namun di
antara mereka ada juga yang menyembunyikan permusuhannya kepada Rasulullah saw
dan kaum Muslimin, tetapi tidak mampu menghadapi kaum Muslimin, bahkan terpaksa
menampakkan rasa cinta, karena kondisi yang tidak memungkinkan. Di antara tokoh
mereka adalah Abdullah bin Ubay. Sebelum
kedatangan Nabi, kabilah Aus dan Khazraj telah bersepakat untuk menjadikannya
pemimpin. Hampir saja ia menjadi raja
Madinah, tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan Muhammad Rasulullah saw dan
berpalingnya masyarakat dari dirinya menuju Rasulullah saw. Karena itu walaupun menampakkan keislamannya
setelah perang Badar, ia menyembunyikan permusuhannya kepada Rasulullah saw dan
sering melakukan makar manakala mendapat kesempatan. Abdullah bin Ubay dan para pendukungnya ini
yang kemudian dikenal sebagai kaum munafiq;
(3) Golongan ketiga adalah orang-orang
Yahudi. Mereka adalah orang-orang Ibrani yang datang ke Hijaz, yaitu tanah
orang-orang Arab. Mereka tidak menyatu dengan orang-orang Arab, dan membanggakan
keturunan mereka, yaitu keturunan Israel (Yahudi). Mereka sangat menghina dan
merendahkan orang-orang Arab, dan menamakan orang-orang Arab dengan sebutan
Ummiyyin, yaitu orang-orang liar yang hidupnya sederhana, rendahan dan
terbelakang. Orang-orang Yahudi ini adalah orang-orang yang mahir dalam hal mencari
penghasilan. Mereka menguasai perdagangan biji-bijian, korma, khamar, dan
pakaian. Mereka juga memakan riba. Mereka
adalah orang-orang yang gigih dalam melakukan makar dan kerusakan, menaburkan
benih-benih permusuhan di tengah-tengah para kabilah Arab yang berdampingan,
dan menghasut mereka dengan cara yang tersembunyi. Maka, kabilah-kabilah Arab di Yatsrib (yang
kemudian menjadi Madinah) selalu dalam kondisi perang darah yang berlanjut. Ketika melihat api peperangan hampir padam,
orang-orang Yahudi segera menyulutnya kembali. Setelah berhasil menghasut, mereka tinggal
menonton dan melihat apa yang menimpa orang-orang Arab itu, dan memberikan
pinjaman besar dan berbunga kepada para kabilah yang sedang berperang, agar
tidak menghentikan peperangan karena sulitnya biaya peperangan. Masing-masing kabilah Yahudi ini bersekutu
dengan kabilah-kabilah Arab yang berperang di Yatsrib. Di Yatsrib terdapat tiga
kabilah Yahudi yang terkenal, yaitu Bani Qainuqa’ yang bersekutu dengan kabilah
Khazraj, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah yang bersekutu dengan kabilah
Aus. Orang-orang Yahudi memandang Islam dengan penuh kebencian dan kedengkian,
karena Rasulullah saw tidak berasal dari keturunan mereka. Di samping itu, dakwah Islam adalah dakwah
yang menyerukan kepada kebaikan, menyatukan berbagai hati, memadamkan api
permusuhan, dan menyerukan untuk terikat dengan makanan yang halal dan harta
yang baik. Makna dari semua itu adalah
seluruh kabilah Yatsrib akan bersatu; dan ketika itu, harus terlepas dari
cengkeraman Yahudi.
Adapun dari luar Madinah,
kekuatan terbesar yang memusuhi Islam adalah orang-orang musyrikin
Quraisy. Setelah kaum Muslimin berhijrah ke Madinah, kaum Quraisy merampas tanah,
rumah dan harta mereka, menghalangi istri-istri dan keturunan mereka dari
berhijrah, bahkan memenjarakan dan menyiksa orang-orang yang dapat diperlakukan
demikian. Sebagai penguasa dan pemimpin
agama di tengah-tengah orang Arab, karena berstatus sebagai penghuni tanah suci
dan penjaga Baitullah, mereka memperdayakan kaum musyrikin yang ada di jazirah
Arab untuk memusuhi penduduk Madinah, sehingga Madinah berada dalam kondisi
semi pemboikotan. Karena itu suasana
perang betul-betul terasa antara para thagut Makkah dan kaum Muslimin di negeri
mereka yang baru di Madinah.
Demikianlah sekilas gambaran
kondisi yang dihadapi oleh Rasulullah saw.
Kembali ke kehidupan awal Nabi di Madinah, langkah pertama yang
dilakukan oleh Rasulullah saw setelah tiba di Madinah adalah mendirikan masjid
Nabawi. Masjid Nabawi bukanlah sebagai tempat shalat semata, namun juga sebagai
tempat kaum Muslimin menerima ajaran-ajaran Islam dan bimbingannya, dan sebagai
tempat untuk mengatur seluruh persoalan, dan juga sebagai parlemen untuk
mengadakan musyawarah.
Di awal jirah ini pula, adzan
disyari’atkan, suara seruan yang menggema di angkasa, setiap hari lima kali,
dan menggoncang seluruh pelosok kota Madinah. Kisah
mimpi Abdullah bin Zaid bin Adi Rabbah dalam kaitannya dengan pensyariatan
adzan sudah terkenal, dan diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, Abu Dawud, Ahmad, dan
Ibnu Khuzaimah.
Kemudian, Rasulullah saw
mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Beliau mempersaudarakan mereka
atas prinsip tolong menolong. Mereka saling memberikan hak waris setelah
kematiannya, yang berlaku sampai perang Badar.
Di samping menjalin ikatan persaudaraan antara kaum Muhajirin dan kaum
Anshar, Rasulullah saw juga mengadakan perjanjian untuk menyingkirkan segala
dendam jahiliyah dan permusuhan antar kabilah, di antaranya untuk menjadi umat
yang satu di hadapan umat lain, menolak kezhaliman, kejahatan dan permusuhan,
tidak membunuh sesama orang mukmin, memberlakukan qishash bagi pelaku
pembunuhan, dan mengembalikan segala pekara kepada Allah dan Rasul-Nya.
Setelah meletakkan fondasi
masyarakat Islam yang baru di Madinah, Rasulullah juga mengatur hubungan dengan
orang-orang non muslim. Dalam hal ini
beliau bertujuan menciptakan suasana aman, damai, dan tenteram. Beliau menyusun
undang-undang toleransi yang belum pernah ada sebelumnya di alam yang penuh
dengan fanatisme kesukuan. Perjanjian
tersebut kemudian dikenal sebagai Piagam Madinah, yang di antara isinya adalah
orang-orang Muslim dan non-muslim (khususnya Yahudi) wajib tolong menolong
untuk menghadapi orang-orang yang memerangi mereka, tidak boleh berbuat jahat
terhadap sekutunya, wajib memberikan pertolongan kepada orang yang dizhalimi,
tak boleh menolong orang-orang Quraisy dan orang-orang yang menolong mereka,
dan lain-lain.
---
Sementara itu, kaum musryikin
Quraisy makin marah dengan perkembangan kaum muslimin di Mekkah. Mereka kemudian mengirim surat kepada
Abdullah bin Ubay yang ketika itu masih musyrik dan dalam kapasitasnya sebagai
pemimpin orang-orang Anshar sebelum hijrah.
Dalam surat tersebut mereka mengatakan, bahwa jika Abdullah bin Ubay dan
kawan-kawannya kaum musyrik Madinah tetap melindungi Muhammad yaitu musuh
orang-orang Quraisy, maka mereka (orang-orang Quraiy) akan memerangi mereka
(Abdullah bin Ubay dan kelompoknya) dan merampas wanita-wanita mereka.
Dengan datangnya surat itu Abdullah bin Ubay
bangkit melaksanakan perintah saudara-saudaranya kaum musyrikin Mekkah, karena
di dalam hatinya telah terdapat rasa dengki kepada Nabi saw yang dipandangnya
telah merampas kekuasaanya. Kemudian ia
mengumpulkan teman-temannya para penyembah berhala dan bersepakat untuk
memerangi Rasulullah saw. Setelah berita
itu sampai kepada Nabi saw, beliau segera menemui mereka dan berkata,
“Sesungguhnya kami telah mendengar ancaman orang-orang Quraisy terhadap
kalian. Tipu daya mereka terhadap kalian
tidaklah lebih dahsyat daripada tipu daya kalian terhadap diri kalian
sendiri.Kalian ingin memerangi anak-anak kalian dan saudara-saudara kalian.”
Setelah mendengar ucapan Nabi
saw tersebut, mereka bubar. Abdullah bin
Ubay menahan keinginannya untuk memerangi kaum Muslimin ketika itu. Tetapi, ia tetap melakukan persekongkolan
dengan kaum musryikin Quraisy. Setiap
kali mendapatkan kesempatan selalu ia gunakan untuk melancarkan permusuhan di
antara kaum Muslimin dan kaum musyrikin.
Orang-orang Yahudi bergabung bersamanya, dan membantunya dalam melaksanakan
rencana tersebut. Tetapi, demikianlah kebijaksanaan Nabi saw yang dapat
memadamkan api permusuhan mereka yang tidak ada henti-hentinya.
Selanjutnya: Permusuhan antara
kaum musryikin Mekkah dan kaum muslimin makin meningkat dan berujung pada sebuah
peperangan besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar