PERANG BADAR (1)
Dalam upayanya untuk menghalangi dakwah
Islam di Madinah, kaum Quraisy mengirim surat ancaman kepada kaum muslimin,
yang bunyinya sbb: “Janganlah kalian merasa bahwa kalian telah lolos dari kami
menuju Yatsrib. Kami akan mendatangi
kalian, akan menyerang kalian dan merampas istri-istri kalian di tengah-tengah negeri
kalian.” Dengan adanya ancaman ini Rasulullah
saw sering berjaga malam. Pernah suatu malam
ada anak panah yang menyasar kepada mereka, yang dilemparkan oleh orang-orang
Arab. Karenanya kaum muslimin tidak tidur
kecuali dengan membawa senjata, dan di pagi hari mereka tetap menyandang senjata.
Dalam situasi yang gawat itu Allah mengizinkan kaum muslimin untuk berperang,
dalam ayat Al-Quran: “Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang
diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa
menolong mereka.” (Al-Hajj:39). Setelah
turun ayat ini Rasulullah berusaha meluaskan daerah pertahanan kaum muslimin,
yaitu dengan membentangkan kekuasaan kaum muslimin pada jalur perdagangan dari
Mekkah ke Syam. Ini dilakukan dengan
mengadakan persekutuan dengan kabilah-kabilah yang berdekatan dengan jalur
perdaganan tersebut, dan melakukan ekspedisi-ekspedisi (patrol) secara
bergantian ke jalur tersebut. Banyak
ekspedisi dilakukan kaum muslimin untuk mencegat kafilah Quraisy yang pergi
menuju atau datang dari Syam. Tercatat
sekitar sembilan ekspedisi yang dilakukan kaum muslimin, dan emapat di
antaranya berujung pada peperangan antara kaum muslimin dan kaum musyrikin
Quraisy.
Dalam sebuah perang yang bernama
perang Dzil Usyairah, kaum muslimin berusahan mencegat sebuah kafilah Quraisy
yang dipimpin Abu Sufyan, yang membawa seribu onta berisi penuh muatan
barang-barang berharg yang nilainya tidak kurang dari lima puluh ribu dinar
emas. Kafilah itu hanya dikawal oleh
sekitar empat puluh orang. Rasulullah
berangkat bersama sekitar 315 orang.
Rasulullah tidak memaksa siapapun untuk ikut berangkat dalam peperangan
tersebut, karena tidak terlintas dalam fikiran beliau bahwa beliau akan
berhadapan dengan pasukan Mekkah.
Mereka hanya membawa tujuh puluh onta yang dikendarai secara
bergantian. Kabar tentang keberangkatan
pasukan muslimin ini sampai di telinga Abu Sufyan lewat mata-matanya, kemudian
ia mengirimkan kabar ke Mekkah lewat seorang kurir. Penduduk Mekkah langsung bersiap-siap dan
memobilisasi sekitar seribu tiga ratus prajurit, untuk memukul kaum muslimin. Mereka memiliki sekitar seratus kuda dan enam
ratus perisai (jumlah onta tidak diketahui).
Panglima perangnya adalah Abu Jahal bin Hisyam.
Sementara itu Abu Sufyan yang
telah mengetahui pasukan muslim Madinah, berusaha untuk lari dari kejaran kaum
muslimin. Ia bersama kafilahnya kemudian
mengambil jalan lain, yaitu kea rah barat menuju pantai, meninggalkan jalan
utama yang melewati Badar. Dengan
demikian ia telah menyelematkan kafilahnya dari cengkeraman pasukan Madinah,
dan kemudian mengirim kembali kurir untuk member kabar ke pasukan Mekkah. Pasukan Mekkah yang sedang berada di sebuah
tempat bernama Al-Juhfah, menerima surat dari Abu Sufyan yang berisi pesan
kepada mereka, bahwa sebaiknya mereka kembali saja ke Mekkah, karena ia (Abu
Sufyan) dan kafilahnya telah berhasil lolos dari kejaran pasukan Madinah.
Dengan adanya surat
dari Abu Sufyan ini sebagian pasukan Quraisy berniat untuk kembali ke
Mekkah. Namun niat ini dihalangi oleh
pemimpin mereka yaitu Abu Jahal, yang berkata, “Demi Allah, kita tidak akan
pulang sebelum tiba di Badar. Di sana
kita akan tinggal selama tiga hari, memotong ternak, makan-makan, minum khomer,
dan menyaksikan perempuan-perempuan menyanyikan lagu-lagu hiburan. Biarlah semua orang Arab mendengar cerita
tentang perjalanan kita sehingga mereka tetap takut kepada kita selama-lamanya.” Akhirnya pasukan Mekkah pun melanjutkan
perjalanan, meskipun sekitar tiga ratus orang dari mereka memisahkan diri dan
kembali ke Mekkah, sehingga jumlah mereka tinggal sekitar seribu orang.
Sementara itu
Rasulullah yang sedang berada di sebuah lembah bernama Dzafran, telah
mengetahui kabar tentang lolosnya kafilah Abu Sufyan dan tentang pasukan besar
Mekkah. Rasulullah saw tak punya pilihan
untuk menghindar dari pertempuran berdarah, mau tidak mau maju terus dengan
penuh keberanian. Karena kalau kaum
muslimin mundur, maka sudah pasti posisi militer dan kekuatan politik Quraisy
akan bercokol di wilayah tersebut, dan setiap orang yang membenci Islam akan
berani berbuat kejahatan di wilayah tersebut.
Beliau kemudian mengumpulkan seluruh sahabatnya dalam sebuah Majelis
Tinggi Militer untuk meminta kesepakatan dari mereka tentang sikap yang perlu
diambil. Para pemimpin kaum muslimin
seperti Abu Bakar dan Umar dari kelompok Muhajirin serta Sa’d bin Mu’adz dari
kaum Anshar menyampaikan pendapat mereka, yang intinya mereka tidak akan
meninggalkan Rasulullah, mereka akan tetap bersama Rasulullah meskipun harus
berperang. Rasulullah gembira dengan
jawaban mereka, dan mereka pun membulatkan tekad untuk menghadapi pasukan
Mekkah dalam pertempuran.
Singkat cerita
kedua pasukan itupun berhadapan di Badar.
Hari itu tanggal 17 Ramadhan tahun kedua Hijriah. Rasulullah saw berdoa kepada Allah, “Wahai
Allah, orang-orang Quraisy telah datang dengan kesombongan mereka; mereka
memusuhi-Mu dan mendustakan Rasul-Mu.
Wahai Allah (kami mengharapkan) pertolongan-Mu yang telah Engkau
janjikan kepadaku. Wahai Allah, binasakanlah
mereka pagi ini.”
Peperangan
diawali dengan perang tanding antara tiga pemimpin Quraisy dan tiga pemimpin
muslimin. Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin
Rabi’ah dan Al-Walid bin Utbah dari pasukan Quraisy masing-masing berhadapan
dengan Ubaidah bin al-Harits, Hamzah bin Abdul Muththalib, dan Ali bin Abi
Thalib dari pasukan muslimin. Dalam
perang tanding itu Hamzah dan Ali berhasil menewaskan lawannya masing-masing,
sedangkan Utbah dan Ubaidah masing-masing berhasil melukai lawannya, namun
Hamzah dan Ali akhirnya berhasil menewaskan Utbah. Ubaidah yang terpotong
kakinya akhirnya syahid sekitar lima hari setelah perang usai.
Hasil
perang tanding ini menjadi permulaan yang buruk bagi kaum musyrikin. Mereka pun marah, kemudian menyerang kaum
muslimin secara serentak. Rasulullah
kembali memohon kepada Rabb-nya akan pertolongan yang telah dijanjikan-Nya: “Wahai
Allah, tunaikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Wahai Allah, sesungguhnya aku memohon
janji-Mu.” Ketika perang berkecamuk,
beliau berdoa kembali, “Wahai Allah, kalau pasukan (kaum muslimin) ini sampai
binasa hari ini, Engkau tidak akan disembah lagi setelah ini.” Allah pun menjawab doa beliau, dengan
menurunkan ayat Al-Quran, “Sesungguhnya Aku bersama kalian, maka teguhkanlah
(pendirian) orang-orang yang telah beriman.
Kelak Aku akan jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir.” (Al-Anfal:12). Allah kemudian menurunkan para malaikat-Nya
untuk menolong orang-orang mukmin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar