SIRAH
NABAWIAH
Dirangkum
oleh Kang Teddy Tedjakusuma dari buku karangan Syeikh Syafiyyur Rahman
Mubarakfuri
DAKWAH NABI SAW KEPADA KAUM KERABAT (5)
Fase pertama dakwah dilakukan oleh Rasulullah saw secara diam-diam.
Hal ini disebabkan Makkah adalah markas bagi agama orang-orang Arab, tempat
pelayan-pelayan Ka’bah, pengurus berhala-berhala yang disucikan oleh seluruh
Arab, sehingga sulit untuk melakukan perbaikan di sana, dan memerlukan tekad
kuat menghadapi berbagai cobaan, musibah dan bencana. Karena itu dakwah
secara diam-diam dilakukan oleh Rasulullah saw agar penduduk Makkah tidak
dikejutkan oleh hal-hal yang dapat membangkitkan kemarahannya.
Pada tahap awal, Rasulullah saw menawarkan Islam
pada orang-orang yang paling dekat dengannya, keluarganya, dan teman-temannya.
Orang-orang yang pertama kali masuk Islam ini kemudian dikenal dengan istilah
as-Sabiqunal Awwalun. Orang yang pertama beriman adalah istri Nabi yaitu
Khadijah binti Khuwailid, disusul oleh budak beliau Zaid bin Haritsah, putra paman
beliau Ali bin Abi Thalib (pada saat itu masih kanak-kanak dan hidup di bawah
tanggungan Rasulullah saw), dan teman dekat beliau, Abu Bakar
ash-Shiddiq. Setelah itu Abu Bakar ash-Shiddiq ikut menyebarkan Islam dan
atas ajakan beliau masuk Islam pula: Utsman bin Affan, az-Zubair bin Awwan,
Abdur Rahman bin Auf, Sa’d bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Delapan orang itulah yang menjadi pelopor Islam.
Keseluruhan pengikut awal Islam berjumlah lebih
dari empat puluh orang, termasuk Bilal bin Rabah, Abu Ubaidah bin Jarrah,
al-Arqam bil Abil arqam, ubaidah bin al-Harits, dan Fathimah binti al-Khatab
(saudara Umar bin Khattab).
Sejalan dengan masuknya orang-orang tersebut ke
dalam pangkuan Islam, ayat-ayat Quran pun turun secara berkelanjutan.
Ayat-ayat dan surat-surat yang turun pada saat itu adalah ayat-ayat yang
pendek, memiliki perhentian yang indah, penyampain yang tenang dan sejalan
dengan kondisi saat itu yang sensitive. Isi ayat-ayat di masa ini berkisar pada
pembersihan jiwa, celaan terhadap jiwa-jiwa yang dikotori oleh noda-noda dunia,
dan penggamabaran terhadap surga dan neraka.
Pada masa ini pula shalat diperintahkan, walau
tidak sama dengan shalat yang dilakukan setelah peristiwa Isra Mi’raj.
Dikatakan bahwa shalat yang diwajibkan adalah shalat sebelum terbitnya
mataahari dan shalat sebelum terbenamnya. Rasulullah saw melakukan shalat
ini bersama para sahabatnya di lorong-lorong bukit agar tidak terlihat oleh
kaum musyrikin Quraisy.
Meskipun dilakukan secara diam-diam, ternyata
dakwah yang dilakukan Rasulullah saw akhirnya diketahui juga oleh orang-orang
Qurasy. Namun mereka tidak menaruh perhatian terhadapnya. Mungkin
mereka menganggap bahwa Muhammad adalah salah seorang dari para pemeluk agama
yang selalu berbicara tentang ketuhanan dan hak-haknya.
Setelah tiga tahun berlalu, turunlah wahyu yang
memerintahkan Rasulullah saw berdakwah secara terang-terangan kepada
kaumnya. Ayat yang pertama kali turun memerintahkan dakwah secara
terang-terangan adalah firman Alla Ta’ala:
“Dan berilah peringatan kepada kaum kerabatmu
yang terdekat”. (asy-Syu’ara. 26: 214)
Surat ini memuat kisah tentang Musa as di awal
kenabiannya sampai hijrahnya bersama Bani Israil, dan selamatnya meraka dri
kejaran Fir’aun dan bala tentaranya hingga tenggelamnya Fir’aun. Kisah
ini disampaikan kepada Rasulullah saw tatkala beliau diperintahkan menyeru
kaumnya ke jalan Allah. Tujuannya agar beliau dan para sahabatnya
memperoleh gambaran tentang hal-hal yang akan mereka hadapi ketika melakukan
dakwah secara terang-terangan, seperti pendustaan dan penindasan, dan agar
mereka dapat mengetahui secara jelas tentang persoalan mereka sejak memulai
dakwah mereka. Surat ini juga memuat akibat akhir yang akan diperoleh
orang-orang yang mendustakan para rasul, seperti kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud, kaum
Ibrahim, kaum Luth, dan penduduk Aikah, selain tambahan kisah Fir’aun dan
kaumnya. Tujuannya agar orang-orang yang melakukan pendustaan mengetahui
akibat yang akan mereka jalani, berupa adzab Allah. Di samping itu, agar
orang-orang mukmin mengetahui bahwa kesudahan yang baik itu untuk mereka.
Setelah turunnya ayat di atas Rasulullah saw
mengundang Bani Hasyim ke rumahnya. Mereka pun datang bersama Bani
al-Muththalib bin Abdi Manaf, semuanya empat puluh lima orang lelaki. Abu
Lahab, salah seorang paman beliau, yang saat itu hadir berkata, “Hai
Muhammad. Mereka ini adalah paman-pamanmu dan anak-anak dari
paman-pamanmu. Berbicaralah dan janganlah main-main. Ketahuilah,
kaum kerabatmu tidak memiliki kekuatan untuk menghadapi bangsa Arab. Aku
berhak mencegahmu, cukuplah bagimu perlindungan dari sanak family ayahmu.
Jika kamu tetap berbuat seperti apa yang telah kamu lakukan, mereka akan lebih
mudah menyerangmu daripada suku-suku Quraisy lainnya, dan pasti akan dibantu
oleh seluruh orang Arab. Sesungguhnya aku tidak pernah melihat seseorang
yang datang membawa sesuatu yang lebih buruk daripada yang kamu bawa.”
Dalam pertemuan itu, Rasulullah saw tidak
menjawab sepatah kata pun. Kemudian beliau mengundang mereka lagi untuk
kedua kalinya. Dalam pertemuan tersebut, beliau berkata:
“Seorang utuasan tidak akan membohongi
keluarganya. Demi Allah yang tidak ada Ilah kecuali Dia, aku adalah
Rasulullah, khususnya kepada kalian dan seluruh manusia pada umumnya.
Demi Allah, kalian pasti akan mati sebagaimana kalian tidur, dan kalian akan
dibangkitkan sebagaimana kalian bangun tidur. Segala perbuatan yang
kalian lakukan pasti akan diperhitungkan. Kemudian, tidak ada tempat lain
kecuali surga yang kekal dan neraka yang kekal juga selama-lamanya.”
Abu Thalib menyahut, “Dengan senang hati, kami
akan membantumu; kami menerima nasihatmu; dan kami pun mempercayai
kata-katamu. Mereka yang berkumpul ini adalah sanak family ayahmu, dan
aku hanyalah salah seorang dari mereka. Hanya saja, aku adalah orang yang
paling cepat menyambut keinginanmu. Jalankan terus apa yang diperintahkan
kepadamu. Demi Allah, aku akan selalu melindungimu, tetapi aku tidak
dapat meninggalkan agama Abdul Mutthalib.”
Abu Lahab menyahut, “Demi Allah, itu sikap yang
buruk. Cegahlah dia (Muhammad) sebelum orang lain berbuat terhadap
kalian.” Abu Thalib menjawab, “Demi Allah, dia akan kami bela selama kami
masih hidup.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar