SIRAH
NABAWIAH
Dirangkum
oleh Kang Teddy Tedjakusuma dari buku karangan Syeikh Syafiyyur Rahman
Mubarakfuri
PERINTAH DAKWAH (3)
Beberapa waktu setelah pertemuan malaikat Jibril dengan Nabi Muhammad saw,
Khadijah ra mengajak Rasulullah saw untuk pergi menemui Waraqah bin Naufal,
salah seorang anak paman Khadijah, yang memeluk agama Nasrani. Ia dapat
menulis dalam huruf Ibrani, bahkan pernah menulis bagian-bagian dari Injil
dalam bahasa Ibrani. Ia seorang yang sudah lanjut usia dan kehilangan
penglihatannya. Rasulullah saw menceritakan apa yang dialaminya di gua
Hira’. Setelah mendengar penuturan Rasulullah saw, Waraqah berkata, “Itu
adalah malaikat yang pernah diutus Allah kepada Musa. Alangkah bahagianya
seandainya aku masih muda perkasa! Alangkah gembiranya seandainya aku
masih hidup tatkala kamu diusir oleh kaummu!”
Rasulullah saw bertanya, “Apakah mereka akan
mengusir aku?” Waraqah menjawab, “Ya. Tak seorangpun yang datang membawa
seperti yang kamu bawa kecuali diperangi. Seandainya kelak aku masih
hidup dan mengalami hari yang kamu hadapi itu, pasti kamu kubantu sekuat
tenagaku.” Tidak lama kemudian Waraqah meninggal dunia.
Setelah wahyu pertama turun, selama beberapa hari
Rasulullah saw tidak mendapatkan wahyu. Terhentinya wahyu ini menimbulkan
kesedihan yang mendalam pada diri Rasulullah saw, dan berulang kali menimbulkan
keinginan untuk menjatuhkan diri dari puncak gunung. Setiap kali sampai
ke puncak gunung dan hendak menjatuhkan diri dari tempat tersebut, Jibril
menampakkan diri kepada beliau dan mengatakan, “Wahai Muhammad, kamu adalah
benar-benar Rasulullah!” Seketika itu, hati beliau menjadi tentram, lalu
pulang. Ketika beliau merasakan kembali masa kekosongan wahyu tersebut,
timbul lagi keinginannya untuk melakukan perbuatan yang serupa. Dan
ketika sampai di puncak gunung, Jibril menampakkan diri lagi dan mengatakan
kalimat yang serupa.
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari jalur Jabir bin
Abdillah bahwasanya dia mendengar Rasulullah saw menceritakan tentang masa
kekosongan wahyu, beliau bersabda, “Ketika aku sedang berjalan, tiba-tiba aku
mendengar suara dari langit. Ketika kepala kuangkat, kulihat malaikat
yang datang kepadaku di gua Hira’ sedang duduk di kursi antara langit dan
bumi. Aku merasa ketakutan sehingga jatuh ke tanah. Aku segera pulang
menemui istriku dan kukatakan kepadanya, ‘Selimutilah aku, selimutilah aku,
selimutilah aku,’ Kemudian, Allah menurunkan firman-Nya, “Wahai
orang-orang yang berselimut, …. serta jauhilah perbuatan dosa.’ Sejak
itu, wahyu diturunkan secara berkelanjutan.
Sebelum kita membahas lebih lanjut kehidupan
risalah dan nubuwah (kenabian), kita perlu mengetahui klasifikasi wahyu yang
merupakan sumber risalah dan dakwah. Ketika menyebutkan tentang tingkatan
wahyu, Ibnu Qayyim berkata:
1.Mimpi yang benar.
2.Wahyu yang dibisikkan oleh malaikat ke dalam
hati beliau tanpa terlihat oleh beliau
3.Malaikat datang kepada Rasulullah saw dalam
wujud seorang lelaki, lalu berbicara kepada beliau sampai beliau memahami apa
yang disampaikannya. Dalam keadaan seperti ini, malaikat tersebut
terkadang dilihat oleh para sahabat.
4. Jibril datang kepada beliau seperti bunyi
lonceng. Tingkatan wahyu seperti ini merupakan tingkat yang terberat bagi
beliau, sebab Jibril merasuk ke dalam tubuh beliau. Jika hal itu terjadi
ketika beliau sedang mengendarai onta, maka ontanya berlutut karena merasa
ditimpa beban yang berat.
5. Rasulullah saw melihat Jibril dalam bentuk
aslinya, lalu Jibril mewahyukan kepada beliau apa saja yang dikehendaki oleh Allah
untuk disampaikan kepada beliau.
6. Wahyu yang disampaikan secara langsung oleh
Allah kepada beliau, ketika beliau berada di atas langit, pada malam Isra
Mi’raj, yaitu tentang kewajiban shalat.
7. Firman Allah kepada beliau tanpa perantaraan
malaikat , sebagaimana Allah berbicara kepada Musa bin Imran. Tingkatan
seperti ini telah terjdi pada diri Musa berdsarkan nash Al-Quran, dan terjadi
pula pada diri Rasulullah saw berdasarkan hadits Isra.
Wahyu kedua yang diterima Rasulullah saw adalah
sebagai berikut:
“Wahai orang yang berselimut! Bangunlah, dan
berilah peringatan. Agungkanlah Tuhanmu, bersihkanlah pakaianmu,
tinggalkan perbuatan dosa (menyembah berhala), dan janganlah kamu memberi
(dengan maksud) memperoleh balasan yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi
perintah) Tuhanmu, bersabarlah. (Al-Muddatstsir:1-7).
Ayat-ayat tersebut berisi perintah yang secara
lahiriah sederhana namun memiliki tujuan yang jauh dan pengaruh yang kuat.
1.
Puncak pemberian peringatan adalah tidak membiarkan seorang pun di
antara orang-orang yang berada di alam wujud ini untuk menyalahi keridhaan
Allah, yaitu dengan memberikan berbagai peringatan terhadap siksa-siksa-Nya
yang mengerikan, sehingga timbul rasa gentar dan kegoncangan dalam hatinya.
2.
Puncak mengagungkan Allah adalah tidak memberikan seorang pun di muka
bumi ini untuk berbuat kesombongan, yaitu dengan mematahkan kekuatannya,
sehingga tidak ada kesombongan dan kebesaran yang tersisa di muka bumi ini
selain kebesaran Allah Ta’ala.
3.
Puncak dari pembersihan pakaian dan meninggalkan perbuatan dosa adalah
mencapai pembersihan lahir dan batin serta pembersihan jiwa dari segala jenis
noda dan kotoran, secara sempurna. Sehingga jiwa manusia berada di bawah
naungan rahmat Allah, pemeliharaan, pengawasan, petunjuk, dan cahaya-Nya.
Di samping itu, dapat menjadi figure bagi masyarakat di hadapan hati yang
menyimpang, sehingga seluruh perhatian dunia terpusat kepadanya.
4.
Puncak tidak memberi dengan maksud memperoleh balasan yang lebih banyak
adalah tidak menganggap perbuatan dan jerih payahnya sebagai suatu perbuatan
yang besar. Tetapi, senantiasa berupaya dengan sungguh-sungguh dalam setiap
amal, pengorbanan, kemudian melupakan semua itu. Yakni, tidak merasa
bahwa dirinya telah melakukannya.
5.
Ayat tersebut mengisyaratkan hal-hal yang akan disampaikan selanjutnya
yakni adanya gangguan-gangguan orang-orang yang menentang.
Masa hidup Muhammad saw dapat dibagi menjadi dua
fase, masing-masing memiliki karakteristik tersendiri, yaitu:
1.
Fase Mekkah, kira-kira selama tiga belas tahun.
2.
Fase Madinah, kira-kira selama sepuluh tahun.
Fase Mekkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan,
yaitu:
1.
Tahapan dakwah secara rahasia, selama tiga tahun.
2.
Tahapan dakwah secara terang-terangan terhadap penduduk Mekkah, mulai
tahun keempat kenabian sampai akhir tahun kesepuluh kenabian.
3.
Tahapan dakwah di luar Mekkah, berlangsung dari tahun kesepuluh kenabian
sampai hijrah ke Madinah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar